Langsung ke konten utama

Tidak ada salahnya menjadi mahasiswa kupu-kupu

Foto: mojok.co


Setiap orang mempunyai tujuan dan alasan untuk menjalani hidupnya sendiri. tak usah ambil pusing mengusik kehidupannya dengan mengomentari pilihan yang mereka ambil.

Beberapa bulan sebelum adanya pandemi, kala itu perkulahan masih aktif. Banyak orang lalu lalang di kampusku, rapat-rapat masih berjalan di setiap organisasi, kumpul-kumpul, njagong, suasana keramaian kehidupan kampus yang masih terbayang di kepala dan sampai sekarang selalu kurindukan. Di sebuah kantin dinamai pemilik warungnya kantin Adem Ayem, tak sengaja saya mendengar dua obrolan mahasiswa yang cukup menarik perhatian saya. Sebut saja Toyib dan si Apatis.

si Sibuk dan si Apatis ini dua mahasiswa satu jurusan, satu kelas malah.  Mereka cukup berteman baik, bisa dilihat dari cara si Sibuk ini memesankan nasi rames lengkap dengan es teh manisnya untuk si Apatis. Si Sibuk ini sudah akrab betul dengan pemilik warungnya, maklumlah, hampir setiap hari waktunya ia dihabiskan di kampus, mulai dari makan, kuliah, rapat, diskusi, jagong, ngopi, tidur, mandi, sampai boker pun ia lakukan di kampus. Alasannya sederhana sih, katanya selain sibuk berorganisasi, ia bisa ngekos gratis di kampus.

Berbeda dengan si Sibuk, si Apatis ini hanya menghabiskan setengah harinya di kampus. Setelah jam kuliah selesai, biasanya langsung cabut gitu aja keluar kelas dan memancal  (Red: menyalakan) motor Astrea untuk bergegas pulang ke rumah. Entah kegiatan apa yang dilakukan di rumah, si Sibuk kurang paham.

Di tengah obrolan, sambil menawarkan kerupuk kerung ke si Apatis, si Sibuk bertanya “Kok kamu habis kuliah langsung buru-buru pulang, memangnya ngapain sih?” Tanya si Sibuk.

“ada urusan di rumah” jawabnya.

Kamu gak pengen ikut ukm/hmps?, rugi lhoo, gak dapat pengalaman nanti” tanyanya lagi

“gapapa, yang penting kuliahku beres, tugas kukerjakan, itu dah cukup kok.” Balasnya.

“Yahh, padahal seru lho ikut organisasi, kamu punya banyak temen, dapet ilmu, pengalaman, dan hal yang gak bakal kamu dapet saat perkuliahan di kelas. Mending kamu buruan gabung organisasiku deh” ungkap si sibuk dengan pedenya.

“gini ya, kamu boleh sibuk dengan organisasimu, bebas beraktivitas kapan saja di kampus, sementara aku punya tanggung jawab yang gak bisa kutinggalkan hanya demi alasan mencari pengalaman. Itu biar jadi urusanku, toh masalah pekerjaan, kesuksesan udah ada yang ngatur, yang penting kita dah berusaha”. Jawabnya seketika membuat si sibuk terdiam sejenak.

Jawaban si Apatis tadi sempat membuatku merenung. Sambil menyalakan sebatang rokok sukun, aku manggut-manggut, kalau dipikir-pikir ada benarnya ya tadi. Urusan pekerjaan dan kesuksesan biar diatur Tuhan, tugas kita kan cuma menjalani peran. Malah saya lihat beberapa dari mereka yang apatis lebih dewasa dari mereka yang aktif di kampus.

Karena pada dasarnya, entah itu aktif ataupun apatis, kita sendirilah yang menentukan nasib kita, percuma aktif kalau cuma untuk tampil keren, tapi tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan. Meskipun apatis asalkan produktif dan tidak menyusahkan orang lain. Entah siapapun, asalkan bisa berdikari -berdiri dengan kaki sendiri- ialah mereka yang mampu bertahan di segala kondisi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s