Langsung ke konten utama

Prokrastinasi, Kaizen, dan Kaitannya Dengan Pola Pikir Kaum Muda

sumber: albiruni.or.id


Bung Karno pernah berkata, "aku lebih senang pemuda yang merokok & minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang hanya memikirkan diri sendiri."

Mungkin kalimat sering terdengar di telinga kita, tetapi mungkin hanya sedikit dari kita yang menyadarinya atau melakukannya. Kalimat itu terkesan seperti bumerang yang bisa mengenai siapa saja. Satu sisi kita perlu menyendiri untuk perbaiki kualitas diri, satu sisi juga merokok dan ngopi (nongkrong) mempunyai stigma buruk di mata masyarakat.

Saya baru sadar, diskusi ringan sambil ngopi ternyata lebih efektif daripada diskusi di kelas atau yang lebih formal. Tentu saja, ini juga tergantung dengan siapa dan apa yang sedang kita diskusikan.

Selama empat tahun saya kuliah di Kudus, praktis aku tidak mendapat apa-apa dari diskusi kelas. Bukannya mengesampingkan kuliah atau gimana, minat diskusi yang rendah sontak hanya menjadikan ruang diskusi sekadar formalitas. Terkesan monoton, tak ada insight baru, dengan orang-orang yang itu-itu saja, dan mahasiswa yang cukup bilang "baik, terima kasih, pak/bu."

Beda halnya ketika dalam suasana diskusi yang lebih santai, seperti di ukm atau di warung kopi. Anggap saja, jagongan/nongkrong sebagai diskusi, terlepas penting tidak pentingnya itu urusan belakangan. Tapi, paling tidak, ada satu dua hal yang bisa kita bawa pulang.

Itulah mengapa, ketika kita bertemu orang baru untuk berdiskusi atau semacamnya, kita tidak perlu menunjukkan ke'aku'an di depan banyak orang. Kalau kata Bob Sadino "Ibarat gelas, jika bertemu dengan orang lain, kosongan dulu gelas kamu."

Merendahlah kita serendah-rendahnya dan menganggap orang lain lebih tahu dan lebih paham. Dan kita tidak perlu menjadi orang yang sok tahu, sok hebat, sok pintar, dan sok-sok segalanya untuk menunjukkan keberadaan kita.

 

Prokrastinasi

Saya mendengar istilah ini dari kawan saya. Mungkin memang jarang didengar orang, karena ini adalah istilah dalam psikologi. Boleh dikatakan, prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan yang suka menunda-nunda pekerjaan atau tanggung jawab.

Sadar atau tidak, kita semua pasti pernah melakukannya. Entah itu pekerjaan, tugas kuliah, skripsi, ibadah, dan sebagainya. Kita lebih senang mengerjakan sesuatu kalau sudah mepet. Sampai-sampai kita sepakat, kalau tidak deadline, otaknya belum encer.

Mungkin, kebiasaan ini sudah mendarah daging dalam diri kita. Berlindung dibalik kesibukan, self healing, self reward, dan self-self lainnya, kita lebih sering menunda daripada mengerjakan. Padahal kita tahu, satu-satunya jalan untuk memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan yang kita bisa. Seperti kata dari Walt Disney 'the way to get started is to quit talking and begin doing.'

 

Budaya kaizen

Sebenarnya, kebiasaan buruk seperti menunda-nunda pekerjaan dan yang lain bisa kita hindari dengan budaya kaizen. Tidak mudah memang, karena secara teori, hal buruk lebih mudah masuk ke dalam diri daripada hal baik. Secara perlahan, kita memang perlu membiasakan hal-hal baik, agar kita dapat melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Atau istilah kerennya disebut kaizen.

Budaya yang pertama kali diperkenalkan oleh Taichi Ohno di Jepang ini ternyata bisa diterapkan di semua individu. Karena pada dasarnya, kita pasti ingin melakukan perubahan menjadi yang lebih baik. Hanya saja, kita sering terbentur oleh hal lain yang menjadikan usaha perbaikan  terkesan sulit.

Ambil contoh, ketika ingin membiasakan membaca buku saja. Kita mesti menemukan buku yang kita suka, memahami karakternya, genrenya, melakukan pendekatan-pendekatan kecil seperti membaca 5 menit sehari, sebelum merasakan asyiknya membaca. Sialnya, kita sering terjebak pada proses yang menjadikan kita malas untuk membaca.

Ibarat pedekate, buku ternyata perlu didekati. Sebelum jatuh cinta pada buku, kita memang perlu melakukan pendekatan. Akan lebih mudah jika lingkungan juga mendukung kita, entah itu dari kawan, pacar, organisasi yang mengajak diskusi-diskusi kecil soal buku.

Sayangnya, di Kudus saya jarang menjumpai itu. Pola pikir kaum muda yang lebih senang hal-hal yang sifatnya praktis, konsumtif menjadikan mereka terbawa arus dan hanya mengikuti tren. Makanya, sangat penting bagi kita untuk menciptakan iklim literasi. Tidak hanya soal membaca buku, lebih luas, kita memang perlu membaca situasi, dan menerapkannya sebagai bekal dalam berbaur dengan banyak orang. Hidup berdampingan, memanusiakan manusia tanpa saling menyalahkan.

 

Jepara, 13/08/2021

Hasyim Asnawi, suka kopi, buku, dan kamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s