Langsung ke konten utama

Nomophobia di Kalangan Mahasiswa

sumber: kopitekno.com


Sore itu, ketika saya mengikuti diskusi mingguan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus, diskusi berlangsung di depan gedung Pascasarjana IAIN Kudus. Diskusi hari itu membahas tentang politik, sebenarnya saya gak begitu suka, namun tetap tetap memperlihatkan antusias karena ini adalah diskusi pertama. Teman-teman mendengarkan materi dari pemateri dan sesekali mengecek hp apakah ada wa masuk atau yang lainnya, begitu pula aku. Diakhir sesi, alumni pengurus memberikan wejangan-wejangan bagi kami yang pemula. Ditengah-tengah kalimat ia membahas nomophobia, sebuah kecenderungan atau kondisi dimana seseorang  tidak bisa jauh dari ponselnya. Hal ini membuatku berpikir, apakah aku dan kebanyakan mahasiswa di kampusku mengalami hal ini?

Apa itu nomophobia?

No mobile phone phobia atau bisa disingkat nomophobia adalah kondisi ketakutan ketika seseorang  dipisahkan dari ponsel kesayangannya. Gejala ini sedang marak terjadi di Indonesia. Hampir di semua tempat yang kita temui, pasti banyak orang yang asyik memainkan gadgetnya sendiri. Tempat-tempat umum seperti halte, rumah sakit, stasiun misalnya banyak orang lebih memilih bermain dengan gadgetnya daripada mengobrol dengan orang lain.

Psikolog Rati Ibrahim mengatakan seseorang dapat dikatakan menderita nomophobia ketika ia tidak membawa ponselnya ia akan merasa cemas, gelisah, tidak bisa berpikir logis, perasaan tidak tenang, dan ada ketergantungan terhadap ponselnya. Bukan hal yang mengherankan memang, karena kita sendiri melakukan hal itu. Bayangkan jika kita selama sehari saja tidak memegang ponsel, bagaimana reaksi kita?

Nomophobia ini sebenarnya bukanlah istilah baru. Sudah ada banyak peneliti yang meneliti gejala nomophobia ini. Mengutip dari penelitian Securenvoy, sebuah penelitian di Inggris. Berdasarkan mereka, sekitar 66 persen dari 1.000 responden merasa takut kehilangan atau dipisahkan dari ponselnya. Selain itu, lebih dari 41 persen mempunyai ponsel lebih dari satu.

Survei menarik juga dilakukan oleh Cichago Tribune, di Amerika Serikat, lebih dari 40 persen  mengatakan 'lebih baik tidak gosok gigi seminggu daripada pergi tanpa smartphone'. Selain itu, survei dari Cisco di Australia menunjukkan 9 dari 10 responden berusia 30 tahun mengakui mengalami nomophobia. Survei tersebut dilakukan terhadap 3800 pengguna smartphone.

Mahasiswa nomophobia

Bermain gadget memang menyenangkan. Dengan segudang fitur yang menarik, gadget dapat menghipnotis pemakaiannya untuk berlarut dalam konten di dalamnya. Saya sendiri merasakan hal tersebut, entah itu untuk Internet, sosial media, bahkan bermain game bisa memakan waktu berjam-jam. Terlebih, terkadang penderita nomophobia ini sampai tidak menghiraukan tempat dimana pun ia berada. Misalnya ketika makan, kumpul sama temen, bahkan boker pun sambil bermain gadget. Sangat miris memang bila melihat hal ini di sekitar kita. Seolah-olah tidak ada yang lebih penting selain gadget.

Saya juga merasakan hal ini di lingkungan kampus. Lihat saja, hampir tidak ada satupun mahasiswa yang tidak mempunyai gadget. Gadget memang sebuah kebutuhan mahasiswa untuk berkomunikasi, namun di sisi lain, kebanyakan pengguna gadget tidak dapat memanage waktu dan keperluannya dalam mengoperasikannya. Gadget juga dapat disalahgunakan mahasiswa dalam hubungannya dengan perkuliahan. Misalnya menyontek saat ulangan, sengaja mengabaikan diskusi dan lebih memilih memandangi ponselnya, meniru atau mengopy paste karya orang lain tanpa menyertakan sumbernya, mengunjungi situs-situs yang berbau pornografi, bermain game, judi online, dan sebagainya.

Gadget memang tidak berbahaya, dengan gadget kita lebih mudah dalam mengerjakan sesuatu,  mobilitas komunikasi pun lebih terbantu. Disisi lain, penggunaan gadget juga membuat kita menjadi malas berfikir dan pasif. Karena apa?  Gadget akan menyimpan data konten yang kita sukai dan selalu menyajikan konten tersebut kepada kita. Sehingga pemikiran kita akan tertuju pada hal itu saja, dan membuat pikiran kita tidak bisa berkembang.

Selain itu, pemakaian gadget berlebihan juga membuat kita menjadi orang yang egois, tidak aware terhadap orang sekitar, dan juga kita akan melewatkan momen-momen yang lebih berharga daripada bermain gadget.  Contoh saja, ketika  ngobrol tetapi masih memandangi ponselnya, ia berarti tidak menghargai orang yang diajak bicara. Kalau kata Sudjiwo Tedjo, “dalam pertemuan yang disengaja, ngobrol sambil main hp adalah biadab”. Ketika berdiskusi di kelas, ada yang main hp, berarti ia tidak menghargai yang presentasi, juga tidak menghargai dosennya.

Jika kita lihat, sekarang kebanyakan mahasiswa malas berfikir, cenderung pasif, dan tidak memperdulikan sekitar. Hal ini karena kecenderungan mereka pada ponselnya. Mereka lebih suka memperhatikan ponsel lebih dari yang lain, termasuk pacarnya. Jika dipikir-pikir dalam sehari kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain ponsel yang tidak jelas manfaatnya. Padahal jika waktu tersebut kita pakai untuk semisal baca buku, ngerjain tugas, atau berdiskusi dengan teman kan lebih baik. Tapi sedikit sekali mahasiswa yang menyadari hal tersebut.

Nomophobia karena kesepian

Tidak ada yang salah dalam menggunakan gadget, selama kita  dapat membatasi  penggunaan tanpa mengganggu kehidupan pribadi kita. Sebuah pertanyaan besar terlintas dibenak saya, apa yang dicari dari gadget itu? Teman, kesenangan, hiburan atau yang lain?

Pengidap nomophobia dapat dikatakan kesepian dan kekurangan teman. Karena apa, mereka hanya berpura-pura berteman dengan komunitas virtualnya. Padahal jika mereka bergaul dengan temennya secara langsung, mereka tidak terlalu membutuhkan gadget. Mereka akan disibukkan dengan aktivitas nyata sehingga tidak merasa kesepian.

Nomophobia bukanlah hal membahayakan, selama penggunaan ponsel masih dalam kondisi yang wajar. Langkah awal untuk mengantisipasi nomophobia adalah dengan menyadari kondisi pada diri sendiri. Ketika kita mampu bersikap tenang dan tidak cemas saat kita jauh dari ponsel, berarti kita tidak teridap nomophobia. Sebaiknya jika tidak mampu, atau ada rasa gelisah dan ketergantungan, berarti kita sudah menderita nomophobia.

Sangat penting bagi kita untuk membatasi waktu dan menerapkan aturan dalam penggunaan ponsel. Agar kita tidak mengabaikan lingkungan sekitar dan hanya terpaku menatap layar ponsel. Kita harus menyikapi penggunaan ponsel dengan bijak, tanpa mengganggu kehidupan pribadi dan tanggung jawab kita. Kontrol diri yang baik akan menghindarkan kita dari nomophobia.

Sebagai mahasiswa, seharusnya kita dapat menyadari pentingnya mengontrol penggunaan ponsel. Memanfaatkan ponsel sebagai sarana informasi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, namun tetap menjaga etika ketika ngobrol dan bergaul dengan teman. Melakukan aktivitas yang positif seperti penelitian, diskusi, dan sharing-sharing sehingga kita mempunyai kesibukan nyata. Hal ini setidaknya dapat menghindarkan kita dari bermain ponsel berlebihan karena kegabutan, sekaligus dalam rangka menghadiri ketergantungan ponsel atau nomophobia ini.


Kudus, 05/04/2019

Hasyim Asnawi

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s