Langsung ke konten utama

Puasa dan Gelanggang Dunia Maya


Terjebak dalam situasi dan keadaan yang menyenangkan terkadang bisa membuat seseorang mengalami kemandekan. Melakukan rutinitas yang tidak begitu penting --bermalasan, rebahan, game, sosmed-- barangkali bisa bisa membuat kita tidak sadar, semua itu sedikit demi sedikit menghancurkan hidup kita.

Beberapa tahun terakhir, saya sendiri merasa seakan terjebak dalam gelanggang dunia maya dan gadget. Perasaan tidak bisa produktif dan kejenuhan pun saya limpahkan untuk bermain game dan sosmed. Satu sisi, game dan pernak-pernik media sosial memang menyenangkan untuk dilakukan, bisa menghilangkan rasa gabut dan bosan saat bingung melakukan sesuatu. Tapi, di sisi lain, kesenangan yang ditawarkan membuat saya kecanduan, tidak bisa lepas, dan menggerogoti aktivitas produktif saya.

Momentum puasa bisa menjadi momen tepat untuk memulai perubahan. Puasa di sini bukan hanya diartikan menahan makan dan minum saja, tetapi bagaimana kita bisa menahan hal-hal yang membuat diri kita menjajali kesenangan semu belaka.

Ketika kita berpuasa, kita akan cenderung mengurangi aktivitas yang menguras banyak tenaga. Praktis jika momen puasa hanya diisi dengan bersantai-santai dan tidak melakukan sesuatu yang produktif --menulis, membaca buku, berkegiatan apa saja-- puasa justru bisa menjadikan kita berpuasa secara vertikal (agama), bukan berpuasa secara horizontal (menahan diri) dari berbagai sumber kesenangan.

Bukankah kita semua memang pandai dalam pencitraan? Begitupun di bulan berkah sekalipun. Berbagai momen dan kegiatan di bulan ini seperti tak pernah luput dari dokumentasi. Semua terpotret secara apik mulai dari sahur, jualan es di stori WA, hingga momen ngabuburit lengkap dengan caption yang biasa-biasa saja. Entah mengapa kita tidak pernah jenuh berlomba-lomba di bulan suci?

Namun, puasa hanya berlalu setengah hari, sampai adzan magrib dikumandangkan. Nafsu-nafsu itu, keinginan-keinginan itu, semua diluapkan setelah berbuka. Membalas dendam dan menghabiskan apa saja yang ada di hidangannya. Dinamika yang setiap tahun hampir sama. Seperti itukah yang dinamakan puasa? Tapi, kita pun mengamininya, kalau puasa akan terasa sepi jika orang-orang tidak membuat status di WA atau instastory. 


Jepara, 3 Arpil 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s