Langsung ke konten utama

Panggung Teater dan Polemik Kampus yang Tak Usai

Foto: dok. panitia


Sebagai seorang yang tidak tahu menahu soal dunia teater dan seni peran, saya tidak akan berkomentar banyak terkait bagus atau tidaknya pentas produksi “Sumur Tanpa Dasar”  yang dipentaskan oleh UKM Teater Satoesh IAIN Kudus. Tulisan ini hanya akan saya jadikan sebagai refleksi bagi diri saya sendiri, bagaimana saya bisa mendapatkan “bekal” dari apa yang telah saya tonton dari pementasan tersebut.

Pada Sabtu (26/03/2022) kemarin, Teater Satoesh mementaskan sebuah karya dari naskah populer berjudul “Sumur Tanpa Dasar” di Gedung Auditorium Universitas Muria Kudus. Naskah yang kita tahu merupakan adopsi dari karya Arifin C. Noer, seorang penulis naskah dan seniman kondang dalam dunia teater.

Bicara soal pementasan tersebut, saya sedikit menangkap pesan dari yang dibawakan oleh sutradara. Pentas bergenre surealisme yang diterapkan dalam dunia kampus, menyoal tentang bagaimana si pemeran utama, Jumena yang menjadi pemilik Yayasan sebuah kampus memiliki berbagai sifat dan karakter yang dekat dengan diri kita. 

Sosok Jumena yang diperankan oleh Rikza, tergambarkan dengan apik dari dialog dan aktinng yang diperankan. Meskipun karakter Jumena ini tidak diimbangi  oleh pemeran yang lain, namun, pesan yang dibawakan oleh Jumena melalui dialog-dialognya dapat saya tangkap dengan baik sebagai penonton. 

Terlepas dari  komposisi keakoran yang tidak seimbang, penggunaan musi yang tidak proporsional atau pencahayaan yang kurang pas, pentas ini bisa dibilang cukup terbawakan dengan rapi, dengan pementasan yang kurang lebih sekitar dua jam tersebut. Saya rasa, sifat-sifat buruk yang dibawakan oleh Jumena atau tokoh lain seperti sifat iri dengki, berprasangka buruk, pelit, kikir atau kapitalis dapat ditangkap oleh penonton, kita tentu sepakat bahwa sifat-sifat tersebut sebenarnya ada di dalam diri kita masing-masing. 

Polemik kampus
Sebagai salah satu organisasi mahasiswa, UKM Teater Satoesh cukup berani menyinggung isu-isu kampus dalam pentas tersebut. Sentilan-setilan semacam tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT), fasilitas kampus yang tak kunjung diperbaiki, atau kualitas kampus yang masih “begitu-begitu saja” cukup menarik bagi  penonton yang kebanyakan dipenuhi oleh mahasiswa. Teater Satoesh seakan mewakili suara mahasiswa yang muncul dari mulut ke mulut, dari keresahan-keresahan yang selama ini dirasakan oleh mahasiswa. 

Meskipun, kita tahu bahwa ini hanyalah tontonan dari sebuah panggung teater, dan polemik-polemik kampus tersebut tak kunjung usai jika tidak ada tindakan nyata dari pihak kampus. Namun, pilihan teater Satoesh mengangkat isu kampus perlu diapresiasi, sehingga diharapkan dapat memantik pihak-pihak lain seperti BEM Kampus atau UKM lain untuk turut menyuarakan aspirasi mahasiswa. Sebab, kampus tanpa kritik tidak akan menghidupkan nalar kritis mahasiswa. 

Sayangnya, pentas produksi “Sumur Tanpa Dasar” ini kurang didukung oleh penonton yang “cerdas”. Banyaknya percakapan-percakapan dari beberapa penonton ketika pentas berlangsung cukup mengganggu telinga saya dan juga penonton lain. Bisa dibayangkan, ketika penonton ingin fokus dan menikmati pentas ini, mereka menjadi tidak fokus dan tidak bisa menikmatinya saking ramainya obrolan-obrolan di baris belakang. Saya rasa, ini bisa menjadi catatan untuk Teater Satoesh yang bisa mengondusifkan para penonton, atau kita yang seharusnya sadar diri untuk menghargai penonton lain yang ingin fokus menikmati sebuah pementasan teater. 
Salam budaya!

Kudus, 31 Maret 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s