Langsung ke konten utama

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global


Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.  ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran.

Hoax?

Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral.

Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang membuat mereka mudah terpengaruh dan terhasut, bahkan terprovokasi dengan adanya berita bohong tersebut. Melansir dari kominfo.go.id, UNESCO menyebutkan Indonesia menempati uruten kedua dari bawah dalam hal literasi dunia. Berdasarkan data UNESCO, minat baca orang Indonesia hanya 0,001%., artinya hanya 1 dari 1,000 orang Indonesia yang rajin membaca dalam hal literasi.

Namun, fakta mengejutkan juga berasal dari Indonesia,  tahun 2019 sebanyak 150 juta penduduk di Indonesia menggunakan gadget dan internet, dengan rata-rata lebih dari 50 % aktif di media sosial. Dengan pengguna sebanyak itu, rata-rata orang Indonesia berselancar di internet selama 8 jam 36 menit perhari, disusul aktif di media sosial 3 jam 36 menit perhari. (sumber: websindo.com)

Sangat miris ketika melihat kedua fakta diatas, hal ini menujukkan betapa rendahnya minat baca literasi di Indonesia, namun hasrat dalam berselancar di internet dan medsos seperti wa, instagram, twitter sangat tinggi. Meskipun tidak begitu bermanfaat, hal ini seakan sudah membudaya di Indonesia bahkan di semua kalangan umur baik muda maupun tua.

Melihat situasi yang ada, saat ini kita benar-benar disibukkan dengan penanganan polemik virus corona yang belum pasti kapan berakhirnya. Sehingga tidak heran banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi ini dengan sengaja membuat berita hoax untuk meresahkan dan membuat panik masyarakat. Seperti dilansir dari detik.com yang menyebutkan bahwa Polda Metro Jaya telah menangkap 22 penebar hoax tentang covid-19 dan dengan tegas memperingatkan masyarakat agar tidak menyebarkan informasi hoax selama pandemi covid-19.  Mengapa mereka tega menebarkan hoax? Untuk alasan uang, ujaran kebencian, atau sekedar cari sensasi di dunia maya. Yang pasti, menebar hoax merupakan tindak krimal

Pasal Karet UU ITE

Selain hoax, kejahatan dunia  maya yang tak kalah meresahkan masyarakat adalah penyalahgunaan UU ITE yang dapat merugikan orang lain. Cyber law yang telah disahkan sejak 2008 di Indonesia ini dimaksudkan untuk menjaga kepastian hokum terhadap informasi dan transaksi elektronik. Namun, terdapat pasal-pasal karet dalam UU ITE ini dapat disalahgunakan orang lain untuk menyerang balik atau menjerat lawan ke dalam penjara. Pada tahun 2019 saja, mengutip dari tirto.id sudah ada 271 laporan kasus UU ITE. Banjir kasus ini umumnya bersinggungan dengan pasal asal 27 ayat 1 (memuat konten melanggar kesusilaan), pasal 17 ayat 3 (pencemaran nama baik), pasal 28 ayat 2 (menyiarkan kebencian), dan pasal 29 (ancaman kekerasan).

 Meskipun UU ITE memberikan manfaat agar orang lain lebih berhati-hati dalam berucap di media sosial, namun adanya UU ITE ini seakan membuat orang malas berpikir kritis dan berpendapat secara bebas tanpa rasa khawatir. Pada kenyataannya UU ITE ini secara tidak langsung menekan kebebasan dan membuat orang lain takut berbendapat karena adanya pasal karet.

Citizen Journalism

Sebagian orang mungkin tidak berfikir demikian. Daripada menebarkan berita hoax lebih baik menyampaikan informasi benar ataupun sekedar berpendapat di media social. Dengan smartphone miliknya, setiap orang dapat dengan mudah menyampaikan pendapat atau memberitakan suatu informasi di media social. Fenomena yang sudah merambah ke sebagian besar masyarakat Indonesia ini kita kenal dengan istilah Citizen Journalism.

Istilah citizen journalism atau jurnalisme warga ini sering diartikan sebagai partisipasi aktif dari masyarakat yang senang membuat laporan, analisis, dan informasi. Hasil tersebut kemudian bisa dipublikasikan di media sosial ataupun langsung ke perusahaan media. Hanya bermodalkan ponsel pintar dengan aplikasi notes dan camera ponselnya, rasanya semua orang dapat menjadi wartawan dadakan untuk menyampaikan informasi di media social. (sumber: www.cnnindonesia.com)

Apakah setiap seseorang boleh melakukan kegiatan citizen journalism? Sebenarnya boleh-boleh saja asal berita yang disampaikan betul-betul sesuai fakta dan tetap memperhatikan etika dalam menulis di media seperti tidak mencemarkan nama baik orang lain, tidak menebar hoax, berita tidak mengandung sara, serta menyebutkan sumber berita dan waktu yang jelas.

Lantas apa yang menjadi permasalahan?

Sebagai mahluk sosial, sudah sewajarnya masyarakat ingin menyampaikan atau memberitakan sebuah informasi yang dirasa perlu diketahui khalayak umum. Apalagi dengan dukungan kemajuan teknologi yang semakin canggih, setiap orang dengan mudah menyebar informasi lewat media sosial.

Akan menjadi permasalahan apabila pola penyampaian citizen journalism ini berbeda dengan jurnalis sesungguhnya. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan pada setiap berita yang beredar sehingga dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda pula pada masyarakat. Terlebih, perkembangan jurnalisme warga yang semakin pesat ini seakan lebih menarik hati masyarakat, sehingga media konvensional yang tidak inovatif akan merasa kalah dan tertinggal, sementara citizen jurnamlism akan terus berkembang dan tak terkendali.

Ketika citizen journalism semakin tak terkendali, masyarakatlah yang akan terkena dampaknya. Penyebaran hoax yang semakin banyak, media bersaing memenuhi keinginan konsumen, pemberitaan tidak sesuai fakta, bahkan cenderung berlebihan. Lebih parah lagi perbedaan penyampaian dapat menimbulkan saling tuding dan fitnah yang mengarah pada pertikaian banyak pihak.

Bijak Berliterasi

Rendahnya tingkat literasi digital masyarakat menjadi penyebab mudahnya penyebaran hoax lewat media sosial. Tingkat literasi yang rendah juga disebabkan rendahnya minat baca dan kualitas pendidikan di Indonesia. Kemampuan literasi dapat dilihat dari tingkat kemampuan membaca, menulis dan matematika. Selain itu, belum lengkap bila literasi tidak dihubungkan dengan literasi digital.

Literasi digital menjadi sangat penting diperhatikan di era milenial sekarang. Mengingat hampir segala sektor kehidupan harus terkoneksi dengan internet, mengharuskan setiap orang untuk memahami pentingnya kebutuhan literasi digital.

Beretika dalam bermedia sangat penting, mengingat begitu maraknya kejahatan cyber ini tentunya kita tidak ingin terjerat ataupun menjadi korban. perlunya pemahaman dalam UU ITE untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, penggunaan tata bahasa dan penempatan kosa kata juga harus diperhatikan.

Salah satu upaya dalam meningkatkan literasi digital di Indonesia adalah penguatan dan pematangan media digital. Media menjadi sarana atau alat bagi masyarakat untuk berliterasi. Apabila medianya baik, maka kemampuan literasi seseorang akan ikut baik. Meskipun dalil tersebut tidak sepenuhnya benar, namun setidaknya hal itu dapat dijadikan acuan melihat sejauhmana kemampuan literasi masyarakat sekarang.

Penguatan media literasi terutama media sosial menjadi hal pokok yang harus diperhatikan pemerintah dan penyedia media. Penyampaian informasi yang akurat dan faktual harus lebih ditingkatkan, dengan tetap memperhatikan pemilihan diksi dan bahasa yang netral sehingga tidak akan menimbulkan salah pemahaman dan pertikaian. 

Menjadi PR pemerintah dan juga mayarakat dalam mengontrol perkembangan media yang ada. Pemerintah yang kurang responsif dalam menanggapi isu yang beredar, mungkin saja dapat dimanfaatkan pihak yang kurang bertanggung jawab dalam menebar hoax dan menyulut permusuhan.

Sehingga, pemerintah harus lebih aktif dalam memberantas penyebaran hoax, mmblokir situs-situs yang tidak bertanggung jawab serta memberikan sanksi dan hukuman yang tegas bagi siapa saja yang berani melakukan tindakan tersebut. Regulasi yang jelas ini tentunya harus didukung dari kesadaran masyarakat untuk membantu pemberantasan hoax. Masyarakat harus cerdas dalam memilih dan memilah informasi serta berani melaporkan berita-berita hoax kepada pemerintah dan memberantas kejahatan cyber lain yang semakin tak terkendali.

Selain itu, pemerintah seharusnya menyediakan sebuah wadah bagi orang-orang yang melakukan kegiatan citizen journalism . Hal ini bertujuan untuk menyaring informasi yang disampaikan dan untuk meminimalisir hoax dan perbedaan cara pandang. Dengan demikian kerjasama ketiga pihak baik pemerintah, penyedia media, dan juga masyarakat sangat berperan besar dalam mengangkal hoax dan juga meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia di era global.

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s