Langsung ke konten utama

Salah Jurusan?

sumber: istok.com


Menjadi minoritas di kelas bukanlah hal yang asyik. Terkadang aku iri melihat orang-orang bersenda gurau dan mengobrol dengan temannya. Entah mengapa aku tak bisa seperti mereka. Aku lebih suka menyendiri dan bahagia dengan caraku. Mungkin hal ini yang menyebabkan aku tak punya banyak teman. Dengan sifatku yang terlalu serius, pasti mereka berpikir-pikir jika hendak ngobrol denganku.

Sebagai satu-satunya laki-laki di kelasku, aku sempat berpikir bahwa jurusan yang kuambil khusus untuk perempuan saja. Tak heran aku merasa sungkan karena pembicaraan perempuan berbeda dengan hal yang dibicarakan laki-laki pada umumnya.

Mahasiswa baru

Menjelang tahun pelajaran baru, setiap perguruan tinggi akan membuka pendaftaran bagi mahasiswa baru. Saat aku kelas 12, aku berencana kuliah di STAIN Kudus, yang saat ini sudah berubah menjadi IAIN Kudus. IAIN Kudus membuka jalur pendaftaran baik online maupun offline melalu tiga jalur, yakni SPAN-PTKIN, UMPTKIN, dan seleksi mandiri.

Setelah pengumuman penerimaan mahasiswa, minggu pertama perkuliahan adalah masa orientasi bagi mahasiswa baru. Masa ini dikenal dengan istilah PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan). Istilahnya memang pengenalan budaya sebagai mahasiswa, tapi saya rasa masa ini hanya proses penggojlogan para senior kepada mahasiswa baru. Meskipun begitu, antusias para mahasiswa baru ini sangat tinggi meskipun mereka disuruh berteriak nggak jelas dan mengantri berjam-jam hanya untuk mendaftar mengikuti PBAK.

Selanjutnya sebagai mahasiswa baru, mereka akan dikenalkan budaya kemahasiswaan seperti membuat makalah,  beroganisasi, berdiskusi, etc. Menjadi mahasiswa baru memanglah hal menyenangkan. Masa ini biasanya mahasiswa sangat rajin, datang ke kelas sebelum dosen masuk, tidak pernah membolos, dan bekerja keras untuk meraih IPK yang tinggi. Hal ini juga saya alami waktu itu, yang penting rajin kuliah biar IPK tinggi.

Mahasiswa baru biasanya penampilannya lebih menarik. Mereka akan memperhatikan penampilan atau atribut yang dipakai ketika di kampus. Hal ini juga menarik perhatian kakak tingkat dan sering menjadi pusat perhatian karena penampilannya.

Selain itu, mahasiswa baru lebih cenderung fokus pada perkuliahannya. Mereka akan mati-matian untuk mengejar nilai A. Kebiasaan-kebiasaan waktu SMA seperti mencatat pasti dilakukan oleh mahasiswa baru, pokoknya mereka sedang semangat-semangatnya kuliah

 

Mahasiswa lama

Berbeda dengan mahasiswa baru, sifat mahasiswa lama berbeda180 derajat dengan mahasiswa baru. Mahasiswa lama mulai malas kuliah, jarang ke kampus, atau ke kampus hanya untuk menemui dosen pembimbingnya. Mahasiswa lama harus mengatur waktu antara perkuliahan dan urusan luar terutama pekerjaan. Kebanyakan mahasiswa lama yang menunda-nunda skripsinya dikarenakan mereka sudah mempunyai pekerjaan yang dirasa cukup baginya sehingga menjadikannya malas menyelesaikan skripsinya.

Menjelang akhir semester genap, akan diadakan ujian munaqosah setiap tahunnya bagi mahasiswa semester akhir. Munaqosah dapat dikatakan sebagai sidang yang menentukan lulus tidaknya mahasiswa setelah menempuh perkuliahan selama 4 tahun. Setelah lulus ujian ini, mahasiswa dapat meraih gelar sarjana.

Ujian munaqosah adalah waktu yang paling menegangkan bagi mahasiswa tingkat akhir. Bagaimana tidak, mereka akan dihadapkan oleh dosen penguji dan dosen pembimbing untuk mempertanggungjawabkan skripsinya. Dengan tatapan yang dingin, dosen akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait skripsi tersebut. Tak jarang ada mahasiswa yang pingsan karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari dosen penguji.

Salah Jurusan

Berbicara perkuliahan tak lepas dari apa yang namanya program studi atau jurusan. Kebanyakan mahasiswa akan memilih jurusan sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Disisi lain, banyak dari mereka yang merasa salah jurusan atau tidak sesuai dengan apa yang ia minati. Ini mungkin bisa disebabkan karena berbagai hal. Bisa jadi saat seleksi penerimaan mahasiswa baru, jurusan yang disukai tidak lolos dan akhirnya memilih jurusan apa adanya, yang penting kuliah, daripada tidak.

Selain itu, ada juga yang mengatakan salah jurusan karena mengikuti perintah orang tuanya. Mereka tidak tahu menahu soal jurusan yang diambil, sehingga saat kuliah mereka tidak serius. Dari pengalaman saya, kebanyakan teman-teman di kampus mengaku jurusan yang dipilih adalah dorongan dari orang tua. Sebagai anak memang sepatutnya menaati perintah orang tua, namun di sisi lain kita harus memikirkan perasaan kita karena yang menjalani kuliah adalah kita, bukan orang tua kita. Selain itu yang menjalani hidup itu kita, nyaman atau tidaknya juga kita, bukan orang tua kita.

Perasaan salah jurusan ini wajar dirasakan mahasiswa ketika mereka memasuki semester dua. Merasa mata kuliahnya tidak seperti yang dibayangkan, tidak sesuai dengan minatnya menjadikan mereka hanya kuliah apa adanya, tidak terlalu sungguh-sungguh.

 

Menyalahkan keadaan, biasanya mahasiswa yang salah jurusan akan menyalahkan keadaan dan diikuti rasa penyesalan yang besar. Saat awal kuliah memang terlihat semangat mengikuti perkuliahan, namun seiring berjalannya waktu mereka menyadari bahwa mereka salah jurusan, menyesal mengapa tidak mengambil jurusan lain, lebih parah mereka menyalahkan orang lain atas pilihannya yang tidak sesuai.

Bertahan atau pindah jurusan

Merasa kurang srek,resah, gundah gulana,  nggak enjoy, bawaannya pengen bolos kelas mulu, atau yang lain, mungkin ini yang dirasakan mereka yang salah jurusan. Mulai malas mengerjakan tugas, nggak niat kuliah dapat dikatakan mereka sudah masuk dalam geng mahasiswa salah jurusan.

Kebanyakan mahasiswa yang merasa kuliahnya nggak srek langsung mengatakan bahwa mereka salah jurusan. Bisa saja mereka hanya kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan kampus yang notabene berbeda jauh dengan di SMA. Karena pada dasarnya memilih jurusan itu bukan masalah suka atau tidak dengan mapel tertentu, memilih jurusan harus sesuai dengan minat dan dapat mereka rela menekuni bidang tersebut sampai akhir hayat. Kalo menurut Glen Fledi Author Zenius.net memilih jurusan harus memilih pada bidang yang membuatnya tertantang, rela mencuri waktu buat belajar sendiri, dan menjadi muara ilmu yang hendak digeluti sampai mati.

Kedua, mereka yang salah jurusan pasrah dengan jurusan barunya dan menjalani kuliahnya dengan ikhlas. Salah jurusan bukan akhir dari segalanya, mahasiswa yang salah jurusan lebih banyak melanjutkan kuliahnya karena malas untuk mengulang kuliah dari awal.

Saat kita di posisi ini, apa yang akan kita lakukan? Dalam menyikapi hlm ini, ada tiga hal hal harus kita pertimbangkan dalam mengambil keputusan. Pertama, waktu. Ketika kita memaksakan untuk mengulang kuliah dari awal, otomatis waktu setahun kuliah sebelumnya akan terbuang sia-sia. Kedua, biaya. Sebagai mahasiswa kita menyadari bahwa biaya kuliah tidaklah murah, apalagi bagi kita yang mengandalkan uang orang tua, pasti merasa tidak enak jika mengulang kuliah dan menyia-nyiakan biaya orang tua.

Ketiga, pikirkan masa depan kita. Apakah jurusan baru yang diambil sudah sesuai dengan minat atau belum. Bisa saja jurusan yang mau diambil tidak lebih baik dari jurusan sebelumnya. Memikirkan secara matang-matang setiap keputusan yang diambil agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.

Bertahan atau tidak tergantung dari pribadi masing-masing. Memilih bertahan juga belum tentu salah. Jika sudah terlanjur, jalani saja apa yang ada dengan senang hati, dan berusaha sungguh-sungguh untuk menggeluti bidang yang ada. Menyesuaikan dengan jurusan saat ini dan menentukan tujuan yang baru lebih baik daripada penyesalan dan kuliah dengan keterpaksaan.

Setidaknya jika kita sudah berusaha, pasti akan diberikan kemudahan dari Sang Kuasa. Karena pada dasarnya kita tidak dapat menghindari takdir. Memilih jalan lain untuk menjauhi takdir sebenarnya adalah jalan lain untuk menuju takdir. Hidup ini bukan soal kita harus begini begitu, harus sesuai dengan keinginan kita, tetapi kita harus berusaha menyesuaikan skenario hidup yang direncanakan Tuhan.


Kudus, 12/04/2019

~Hasyim Asnawi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s