Berbicara soal proses, satu hal yang tak banyak saya lirik dari diri sendiri, dari kecil sampai sekarang, saya rupanya masih kurang mensyukuri apa yang telah saya capai selama ini. Seringkali saya membandingkan diri saya yang sekarang dengan pencapaian orang lain yang jauh lebih sukses, lebih berpengalaman, lebih pintar dan lain-lain. Namun, saya kurang melihat diri saya yang dulu dan sekarang.
Ketika masih sekolah, saya sangat mendambakan kuliah. Bagi saya dulu, kuliah hanya untuk orang-orang yang kaya dan pintar. Sampai akhirnya ketika sepupu saya kuliah di salah satu universitas di Jogja dengan beasiswa, saya kepincut pengin kuliah.
Bagi saya dia memang pintar, dan disokong oleh saudara-saudaranya. Saya yang waktu itu membayangkan bisa kuliah di Jogja hanya bisa gigit jari. Selain memang dari keluarga yang sangat miskin, saya juga tidak pandai, tidak bisa memperoleh beasiswa.
Seperti anak kecil, saya merengek untuk minta kuliah, di mana pun itu. Saya nekat mendaftar kuliah di Semarang dan Jogja lewat jalur tes. Namun, karena keluarga tidak mengizinkan, saya mengurungkan niat.
Setelah lulus, saya memutuskan untuk bekerja, daripada menanggur di rumah. Kalau dihitung-hitung, sekitar 3-4 bulan sebelum saya kuliah di Kudus.
Melihat peluang dan biaya di Kudus waktu itu masih murah, saya meminta kuliah di Stain Kudus (Sekarang IAIN). Mengambil jurusan asal-asalan, yang penting pelajaran mudah dan bisa kuliah, saya ambil prodi PGMI.
Sialnya, saya mendapat jurusan yang jumlah cowoknya hanya 2 orang satu kelas. Naasnya lagi, temanku yang satu malah keluar di semester tiga. Akhirnya, saya bertahan kuliah cowok sendiri dari semester tiga sampai sekarang.
Semester awal saya masih kupu-kupu, tidak ada tahu apa-apa yang penting kuliah di kelas. Karena bosan tak punya teman ngobrol, saya memutuskan bergabung di LPM Paradigma, bersama kawan saya.
Di sana, saya belajar cukup banyak. Saya juga mendapat banyak teman baru, dan ternyata merasakan asyiknya kuliah dan berorganisasi. Dari situ pula, saya lambat laun berproses dan menemukan passion saya. Meskipun tidak jago-jago amat, paling tidak saya menemukan satu hal yang bisa mengisi kesepian saya.
Selama tiga tahun saya berproses di paradigma, dan hampir lima tahun juga saya belum lulus kuliah. Tahun ini, saya mulai mengerjakan skripsi, mengingat sudah dua semester saya menganggurkannya.
Tahun kemarin, saya aktif-aktifnya organisasi, mengingat tahun lalu saya diamanahi sebagai pimpinan redaksi. Sebuah posisi yang tidak saya sangka sekali, orang yang tidak bisa apa-apa sebelumnya.
Setahun berjalan, saya ternyata bisa menjalankannya. Dan Alhamdulillah saya bisa mendapatkan satu dua bekal dari pengalaman tersebut. Ketika teman-teman saya sudah pada lulus dan bekerja, saya masih berkutat dengan organisasi dan kuliah.
Tahun lalu juga, saya merasa menganggur karena tidak punya pekerjaan sama sekali. Hanya membantu di TPQ yang tidak bisa disebut kerja, melainkan hidmah. Ketika saya menginginkan pekerjaan freelance beberapa bulan lalu untuk mengisi waktu luang, kini, saya sudah mendapatkannya. Meskipun tidak banyak, tapi paling tidak bisa jadi ganti uang bensin dan rokok, hehe.
Ternyata, saya memang perlu mensyukuri nikmat-nikmat kecil yang saya dapat. Menebar kebaikan kecil ke orang lain sebisa saya. Jalan masih panjang, saya juga harus menuntaskan skripsi saya tahun ini, dan mulai move on dari kegiatan kampus.
Saya harus mengisi waktu dari kegiatan lain, sehingga saya tidak terlalu mencampuri urusan di paradigma. Bagaimanapun paradigma insitut adalah ruang belajar bagi saya. Sedikit banyak, harus saya dedikasikan dan sumbangkan apa yang saya dapat ke penerusnya.
Rabu, 23/03/2022
Hasyim Asnawi
Komentar
Posting Komentar