Langsung ke konten utama

Percaya, Proses Itu Nyata

 

foto: dok. paradigma

Saya baru menyadari, ternyata mengobrol dengan orang yang satu frekuensi dengan kita begitu asyik. Dari obrolan-obrolan yang terkesan sederhana dan tidak begitu penting, kita bisa mendapat banyak wawasan dan pemikiran baru.

Malam tadi, saya mengobrol dengan kawan lama saya, lewat sambungan telepon. Saya bersyukur karena bantuan teknologi ini, kami yang tidak dapat bertemu secara langsung bisa ngobrol panjang lebar. Apalagi kita tahu, pandemi ini mengubah kebiasan dan perilaku hidup kita 180 derajat.

Saya ingin bercerita, bahwa dulunya saya tidak bisa dan tidak punya apa-apa. Tahun 2017 saya masuk kuliah, dan selama kurang lebih empat semester, saya tidak tahu tujuan saya kuliah itu untuk apa. Semester pertama dan kedua, saya masih semangat-semangatnya. Seperti kebanyakan maba pada umumnya, saya aktif mengikuti perkuliahan, menyimak penjelasan dosen, mengerjakan tugas, dan menikmati masa-masa awal perkuliahan.

Di semester berikutnya, saya mulai putus asa. Kawan lelaki saya satu-satunya di kelas, memutuskan untuk berhenti kuliah karena harus bekerja. Sontak, saya jadi satu-satunya mahasiswa laki-laki di kelas saya. Dari situ, saya  mulai putus asa, kehilangan arah dan tidak semangat lagi untuk kuliah. Hasilnya bisa dilihat, saya jadi sering bolos kelas, mengerjakan tugas kuliah sesuka saya, dan IP semester pun menurun.

Saya sempat berpikir untuk berhenti kuliah. Daripada tidak sungguh-sungguh dan hanya memberatkan beban keluarga, lebih baik saya bekerja. Begitu pikirku saat itu. Sebelum akhirnya kawan saya, sebut saja Rosid, mengajak saya untuk bergabung di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus.

Sebagai orang yang anti organisasi, saya masih berpikir-pikir. Saya yang dari dulu memang pendiam dan orangnya tertutup memang tidak suka berkumpul dengan orang banyak. Lebih buruknya, di pikiran saya selalu saja tersemat bahwa anggapan bahwa semua organisasi sama saja, tidak ada manfaatnya, hanya berisi orang-orang yang cari muka dan ketenaran. Kolot sekali pemikiranku saat itu.

 

Di Ruang Pojok Kampus Barat Itu, Semua Bermula

Praktis saja, setelah beberapa hari mertimbangkan, akhirnya ajakan tersebut saya terima. Dengan bermodalkan coba-coba dan ingin mencari teman baru, saya memutuskan untuk bergabung ke Lembaga Pers Mahasiswa Paradigma, nama UKM yang saya maksud barusan.

Pada saat mendaftar, saya asal saja memilih jobdisk peminatan di riset dan kepenulisan. Batin saya, di sana saya bisa belajar kepenulisan agar dapat memudahkan saya dalam mengerjakan skripsi. Pasalnya, saya sudah terlanjur berada di semester empat, ingin cepat lulus dan tidak ingin terlalu lama menjadi beban keluarga (percaya atau tidak karena faktanya memang begitu).

Setelah mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD), syarat wajib agar menjadi anggota Paradigma, saya mulai mengetahui apa saja kegiatan di dalamnya. Meskipun di awal-awal saya tidak begitu aktif dan masih terseok-seok dengan teman-teman seangkatan saya. Maklum saja, saya tidak pernah ikut organisasi, syukur-syukur sudah dapat teman baru saja saya sudah senang.

Selang beberapa bulan, saya mulai terbiasa dengan kegiatan-kegiatan jurnalistik di sana. Saya mulai bisa mengimbangi teman-teman saya, melakukan liputan, menulis berita, dan berbaur dengan anggota lain. Dari situlah, saya mulai merasa bahwa organisasi ini cocok dengan saya. Saya mulai nyaman dan merasa lpm adalah rumah kedua bagi saya.

 

Tantangan yang berbeda setiap tahunnya

Tahun pertama bergabung dengan paradigma saya menjadi anggota. Di sana saya baru menyadari bahwa berorganisasi tidak seburuk yang saya kira. Banyak manfaat yang dapat saya ambil, terutama bagaimana saya berkenalan dengan orang baru, mengobrol, dan berdiskusi dengan mahasiswa dari berbagai jurusan. Saya sedikit mengerti bagaimana harus berbaur dan menghormati orang lain.

Di tahun kedua, saya menjadi pengurus baru. Saat itu, saya baru mengerti apa arti tanggung jawab, bagaimana menjaga komitmen agar tetap loyal terhadap orang lain, dan yang terpenting adalah belajar bagaimana pengurus harus bisa membimbing para anggotanya. Di tahun itulah, saya benar-benar merasakan bagaimana berproses di paradigma. Saya mulai mengenal akrab teman seangkatan saya, memahami karakternya, dan menciptakan rasa kekeluargaan di sana. Meskipun belum genap setengah periode sudah dilanda pandemi, saya merasa tahun kemarin adalah tahun paling menyenangkan selama bergabung di lpm paradigma.

Kini, sudah hampir tiga tahun saya berproses di sana. Di tahun ini saya masih terlibat dalam kepengurusan. Menjadi Pimpinan Redaksi adalah tugas yang berat. Saya akui, jabatan ini memang dulu pernah saya impikan. Akan tetapi, saat ini saya sedang menghadapi konsekuensi dari cita-cita saya dulu, menghandel majalah dan menunda pengerjaan skripsi.

Saya sadar, kemampuan saya belum layak untuk menjadi pimred. Jika dibandingkan dengan pimpinan redaksi di tahun-tahun sebelumnya, mungkin saya yang terburuk. Tapi, saya percaya, jika apa yang saya lakukan baik, pasti akan ada manfaatnya. Dan, apa yang saya berikan untuk lpm saat ini, semata-mata sebagai balas budi saya karena secara tidak langsung paradigma sudah mengantarkan saya pada titik sekarang.

Meskipun tanggung jawab yang saya pegang saat ini lebih besar, semoga kedepannya selalu dimudahkan. Saya percaya, meskipun proses yang kita hadapi tidak selalu menyenangkan, tapi yang pasti, proses itulah yang akan membentuk kita kedepan.

Tinggal beberapa bulan lagi sudah akhir tahun, dan bakal ada regenerasi kepengurusan. Itu artinya, kesempatan kita untuk berproses bersama untuk lpm tinggal sedikit. Seperti yang sudah saya sampaikan di awal, saat pandemi ini, sangat sulit untuk mengumpulkan temen-temen seangkatan dalam satu forum.

Saya lihat, masing-masing dari kita sudah punya kesibukannya sendiri. Saya hanya ingin temen-temen yang lain memanfaatkan kesempatan selagi ada. Meluangkan waktu untuk rapat, bertemu, berkumpul, liputan bareng, jalan-jalan bareng pasti sangat menyenangkan karena hal-hal seperti itulah yang bakal menjadi kenangan.

Saya yakin, ketika sudah reor atau sudah lulus, hal semacam itu pasti sulit untuk dilakukan. Semua sudah punya jalannya sendiri-sendiri, ada yang kerja, lanjut kuliah lagi, menikah, dan sebagainya. Jadi, selagi masih ada kesempatan, mari kita lakukan. Jika tidak ada kesempatan, tolong disempatkan.

Bersama-sama, mari ciptakan kenangan,,, :)

 

Jepara, 26 Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s