Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

"Empan Papan" Sejak Dalam Pikiran

ilustrasi: zsaitsits  "Ternyata, hidup hanya perihal rasan-rasan. Selebihnya, hanya soal nahan dan menyatakan perasaan." Adalah kata yang aku kutip dari kawan lama semasa SMA dulu, yang kini sudah menjadi seorang seniman, sebut saja hisam al-gibran.  Bila dipikir-pikir, ternyata memang benar apa yang dikatakan oleh mbah hisam, sapaan akrabnya. Sadar atau tidak, kita sendiri sudah terlampau sering menerapkan metode tradisional ini untuk sekadar mengisi atau meramaikan obrolan.  Rasan-rasan kepada siapa saja yang ada dalam pikiran, tanpa butuh waktu lama, mulut kita tak terkendali melontarkan guneman renyah yang meramaikan forum. Perihal apa saja, rasan-rasan kepada tetangga, kawan, dosen, organisasi, masa depan, keluarga, pekerjaan, bahkan kepada awake dewe tak luput dari lingkaran ngerasani. Boleh dibilang efektif boleh juga tidak. Tergantung dari mana sisi yang kita ambil, apakah hanya untuk mengisi obrolan, atau mengambil sisi positif dari metode satu ini. Ambil contoh, awa

Kenapa Buku Bisa Bikin Candu?

Foto: setoncchs.com Bagi sebagian orang, membaca adalah kegiatan yang cukup berat dan menjenuhkan. Sebagian yang lain, menanggap buku sebagai teman bercerita yang asyik untuk menghabiskan waktu. Sejak kecil, kita semua telah dikenalkan dengan buku. Tapi bukan buku bacaan yang kita jumpai di toko-toko buku. Dan seiring perkembangan usia kita, definisi buku menurut setiap orang pasti mengalami perkembangan. Ketika kecil, kita sudah dikenalkan dengan yang namanya Al-Qur'an bagi orang Islam, sejak madrasah atau tpq sudah diajarkan membaca huruf-huruf arab. Beranjak sedikit besar, kita mengenal komik, buku pelajaran, buku tulis, buku gambar. Saat itu kita mengira buku hanya berisi tulisan berlembar-lembar, dan sedikit gambar untuk memperjelas maksud tulisannya.  Kita tidak tertarik untuk mengamati isi buku, siapa penulisnya, dan untuk apa itu dibuat. Apalagi, buku paket pelajaran menjadi sesuatu yang tidak disukai oleh kebanyakan anak-anak karena saking banyaknya yang harus dibawa tiap

Sudut Pandang Air di Mata Manusia

Manusia diciptakan dari air, sepertiga tubuhnya adalah air, dan manusia bertahan hidup juga dengan air. Manusia tidak bisa hidup tanpa air.  Menjadi menarik ketika baru-baru ini kita sedang dihebohkan dengan permasalahan kelangkaan minyak di tanah air. Kita tahu, akibat inflasi yang berkepanjangan di dunia, harga minyak goreng di Indonesia dan berbagai kebutuhan pokok lainnya ikut naik. Lantas, apa kaitannya air dengan minyak goreng? Sepertinya kita perlu memandang dari sisi yang berbeda, dan menyepakati bahwa minyak adalah salah satu jenis air. Jika permasalahan minyak goreng yang langka saja bisa menimbulkan berbagai konflik dan permasalahan di masyarakat, lalu bagaimana ketika yang menjadi langka adalah sumber air? Sebagai warga negara di Indonesia, kita termasuk beruntung karena tinggal di tempat yang notabene tidak kesulitan mencari sumber air bersih. Kebutuhan harian seperti mandi, mencuci, memasak, dan sebagainya dapat berjalan baik dengan adanya sumber air di sekitar kita. Baik

Ramai-Ramai Menyoal Demo Mahasiswa

Tiba-tiba saya teringat aksi demo yang dilakukan ratusan mahasiswa Kudus di depan pendopo hari ini (12/04). Masa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kudus Menggugat (AMUG) ini melancarkan demo dengan beragam tuntutan. Dari keterangan yang saya dapat, mereka menuntut kenaikan PPN yang menjadi 11%, penundaan pemilu atau perpanjangan 3 periode, atau kestabilan harga BBM dan bahan pokok. Dalam hal ini, saya tidak akan mendiskreditkan diri saya apakah saya mendukung demo tersebut atau menolaknya. Bagi saya, setiap dari mereka pasti mempunyai keyakinan masing-masing untuk memilih melakukan demo tersebut atau hanya duduk di rumah.  Saya cukup kaget dengan euforia demo yang cukup ramai tersebut. Meskipun sedang bulan puasa ramadan, kehadiran masa aksi dari berbagai mahasiswa Kudus ini cukup menunjukkan bahwa semangat memperjuangkan demokrasi itu masih ada. Dari beragam tuntutan yang diperjuangkan, bisa dikatakan bahwa masih banyak mahasiswa yang peduli terhadap ketidakadilan yang terja

Sebuah Catatan Kusam untuk Jejak Digital

Alasan sederhana mengapa saya membuat blog ini adalah saya hanya ingin membuat jejak digital yang kelak bisa say abaca kapan saja. Blog yang berisi tulisan-tulisan tidak begitu penting ini barangkali akan mengingatkan saya pada suatu momen ketika berposes. Mungkin suatu saat, tulisan-tulisan ini juga sebagai pengingat saya, bahwa saya pernah ada dan pernah merasakan pengalaman-pengalaman yang begitu menyenangkan, menyedihkan, perasaan biasa saja, dan dan apa pun itu. Beberapa orang tentu mempunyai cara yang berbeda untuk menyimpan kenangannya. Seperti halnya saya, yang lebih suka mengabadikan momen ke dalam sebuah tulisan. Tidak ada hal yang penting di dalam blog ini, saya tidak ingin mengganggu waktu berharga kalian hanya untuk menggulir tulisan-tulisan saya di sini. Blog ini bebas untuk siapa saja, dan tentunya jika kalian ingin memberikan masukan, saran atau sebagainya, tentunya sangat akan sangat berterima kasih. Blog ini berisi apa saja yang pernah saya rekam dalam pikiran.

Mental illness Mahasiswa Milenial

foto: istock.com Momen tes akhir semester atau UAS sepertinya memang menjadi momok bagi sebagian mahasiswa. Tak jarang saking sulit dan banyaknya tugas yang diberikan dosen memancing mereka untuk sambat dan pansos di laman media sosial. Kita tentu sering mendapati mereka (mahasiswa) berujar "tugasnya berat banget, pengen nikah aja", "semester 5 gini amat", atau quotes-quotes sejenisnya yang seakan menunjukkan beratnya tugas yang dikerjakan. Kalo dipikir-pikir lucu juga, bagaimana bisa mahasiswa membebankan tugas pada hal yang sama sekali tidak memecahkan masalah mereka.   Dalam artian gini, apakah ketika dia menikah ujug-ujug, mak bedunduk, simsalabim tugas mereka langsung kelar? Atau seandainya dia menikah betulan apakah dosen seketika langsung menarik tugas yang sudah diberikan? Nihil, mau nikah atau tidak, sebagai mahasiswa seharusnya ia tahu konsekuensi dari pilihannya, dong? Bahkan hal ini saya temui hampir di seluruh tingkatan, entah itu semester awal yang not

Hindia dan Lagu-Lagunya yang Related Banget Sama Hidup Gue

Setiap orang mempunyai cara yang berbeda untuk mengekspresikan perasaannya. Alur hidup yang itu-itu saja terkadang membuat kita ingin merasa sambat, teriak, dan berusaha menyerah pada hidup. Tentu saja, kita perlu beranjak atau rehat sejenak dari rutinitas harian yang menyibukkan. Mencari suasana berbeda dan melakukan healing untuk merefresh otak dan pikiran agar lebih segar. Healing bisa diisi dengan kegiatan apa saja, seperti makan, pergi ke tempat favorit, jalan-jalan, dengerin musik, dan sebagainya. Bagiku, dengerin musik favorit bisa jadi cara healing yang cukup efektif. Praktis dan tidak butuh banyak biaya. Kita hanya butuh kuota internet dan headset atau speaker buat nyetel musik favorit kita. Salah satu musik favoritku adalah lagu-lagu dari grup band Hindia. Siapa sih yang tak kenal grup band ini? Yaa, Grup band yang berhasil menghipnotis kalangan muda dengan lagu-lagunya yang sangat related dengan kehidupan. Bukannya berlebihan, akan tetapi setiap saya putus asa dan ingin meny

Puasa dan Gelanggang Dunia Maya

Terjebak dalam situasi dan keadaan yang menyenangkan terkadang bisa membuat seseorang mengalami kemandekan. Melakukan rutinitas yang tidak begitu penting --bermalasan, rebahan, game, sosmed-- barangkali bisa bisa membuat kita tidak sadar, semua itu sedikit demi sedikit menghancurkan hidup kita. Beberapa tahun terakhir, saya sendiri merasa seakan terjebak dalam gelanggang dunia maya dan gadget. Perasaan tidak bisa produktif dan kejenuhan pun saya limpahkan untuk bermain game dan sosmed. Satu sisi, game dan pernak-pernik media sosial memang menyenangkan untuk dilakukan, bisa menghilangkan rasa gabut dan bosan saat bingung melakukan sesuatu. Tapi, di sisi lain, kesenangan yang ditawarkan membuat saya kecanduan, tidak bisa lepas, dan menggerogoti aktivitas produktif saya. Momentum puasa bisa menjadi momen tepat untuk memulai perubahan. Puasa di sini bukan hanya diartikan menahan makan dan minum saja, tetapi bagaimana kita bisa menahan hal-hal yang membuat diri kita menjajali kesenangan sem

Tentang Pemuda Lemah yang Banyak Tingkah

Foto: hipwee Kawula muda sering dengan idealisme dan semangatnya yang masih membara. Tak sedikit gagasan dan disalurkan memunculkan banyak perubahan. Di sisi lain, tak sedikit pula banyak pemuda yang patah arang. Bayangannya tentang masa depan di masa Quarter Life Crisis (QLC) membuat mereka mudah terbawa arus, suka overthinking dan terlampau berlebihan dalam menanggapi suatu hal. Perayaan tahun baru 2022 sudah terlewat. Namun, tak ada salahnya jika saya mengulas sedikit tentangnya. Sepertinya, banyak dari kita yang terlalu euforia menyambutnya. Pelbagai agenda dilaksanakan di malam tahun baru itu. Bercengkrama, berkumpul, bakar-bakaran, camping, touring sampai healing-healing pun dirayakan. Sekadar nostalgia atau temu kangen untuk mengambil jeda dari kesibukan harian dan badai pandemi covid-19 yang membosankan. Padahal tahun baru tak lebih dari perubahan angka di kalender. Lantas apa yang orang-orang begitu antusias menyambut tahun baru? Momentum tahun baru biasanya digunakan untuk me

Tidak ada salahnya menjadi mahasiswa kupu-kupu

Foto: mojok.co Setiap orang mempunyai tujuan dan alasan untuk menjalani hidupnya sendiri. tak usah ambil pusing mengusik kehidupannya dengan mengomentari pilihan yang mereka ambil. Beberapa bulan sebelum adanya pandemi, kala itu perkulahan masih aktif. Banyak orang lalu lalang di kampusku, rapat-rapat masih berjalan di setiap organisasi, kumpul-kumpul, njagong, suasana keramaian kehidupan kampus yang masih terbayang di kepala dan sampai sekarang selalu kurindukan. Di sebuah kantin dinamai pemilik warungnya kantin Adem Ayem, tak sengaja saya mendengar dua obrolan mahasiswa yang cukup menarik perhatian saya. Sebut saja Toyib dan si Apatis. si Sibuk dan si Apatis ini dua mahasiswa satu jurusan, satu kelas malah.  Mereka cukup berteman baik, bisa dilihat dari cara si Sibuk ini memesankan nasi rames lengkap dengan es teh manisnya untuk si Apatis. Si Sibuk ini sudah akrab betul dengan pemilik warungnya, maklumlah, hampir setiap hari waktunya ia dihabiskan di kampus, mulai dari makan, kuliah,

Ternyata Saya Bisa Kuliah Juga

Berbicara soal proses, satu hal yang tak banyak saya lirik dari diri sendiri, dari kecil sampai sekarang, saya rupanya masih kurang mensyukuri apa yang telah saya capai selama ini. Seringkali saya membandingkan diri saya yang sekarang dengan pencapaian orang lain yang jauh lebih sukses, lebih berpengalaman, lebih pintar dan lain-lain. Namun, saya kurang melihat diri saya yang dulu dan sekarang. Ketika masih sekolah, saya sangat mendambakan kuliah. Bagi saya dulu, kuliah hanya untuk orang-orang yang kaya dan pintar. Sampai akhirnya ketika sepupu saya kuliah di salah satu universitas di Jogja dengan beasiswa, saya kepincut pengin kuliah.  Bagi saya dia memang pintar, dan disokong oleh saudara-saudaranya. Saya yang waktu itu membayangkan bisa kuliah di Jogja hanya bisa gigit jari. Selain memang dari keluarga yang sangat miskin, saya juga tidak pandai, tidak bisa memperoleh beasiswa.  Seperti anak kecil, saya merengek untuk minta kuliah, di mana pun itu. Saya nekat mendaftar kuliah di Sema

Panggung Teater dan Polemik Kampus yang Tak Usai

Foto: dok. panitia Sebagai seorang yang tidak tahu menahu soal dunia teater dan seni peran, saya tidak akan berkomentar banyak terkait bagus atau tidaknya pentas produksi “Sumur Tanpa Dasar”  yang dipentaskan oleh UKM Teater Satoesh IAIN Kudus. Tulisan ini hanya akan saya jadikan sebagai refleksi bagi diri saya sendiri, bagaimana saya bisa mendapatkan “bekal” dari apa yang telah saya tonton dari pementasan tersebut. Pada Sabtu (26/03/2022) kemarin, Teater Satoesh mementaskan sebuah karya dari naskah populer berjudul “Sumur Tanpa Dasar” di Gedung Auditorium Universitas Muria Kudus. Naskah yang kita tahu merupakan adopsi dari karya Arifin C. Noer, seorang penulis naskah dan seniman kondang dalam dunia teater. Bicara soal pementasan tersebut, saya sedikit menangkap pesan dari yang dibawakan oleh sutradara. Pentas bergenre surealisme yang diterapkan dalam dunia kampus, menyoal tentang bagaimana si pemeran utama, Jumena yang menjadi pemilik Yayasan sebuah kampus memiliki berbagai sifat dan

Krisis Kemanusiaan dalam UU ITE

foto: hasyim Judul         : Matinya Kebebasan Berpendapat; Ketika Para Korban UU ITE Bertutur Penulis      : Zakki Amali, dkk Penerbit    : Parist Penerbit Cetakan    : Pertama, Juni 2021 Tebal        : xiv + 174 halaman ISBN        : 978-602-0864-78-5 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi bukti bahwa pelaksanaan hukum orde baru masih terbawa sampai sekarang. UU ITE seperti semacam pisau bermata dua, menjadi bumerang, atau bola api yang bisa menyerang siapa saja. Terbukti, kisah para korban yang ditulis di buku ini mengubah 180 derajat hidup mereka, dari kehidupan normal dan tenang, berubah menjadi penuh tekanan dan masalah. UU ITE juga menunjukkan bahwasanya sesama manusia bisa menyakiti hanya karena masalah kecil. Meski tidak mengenal pelapor, atau secara tidak bermaksud menyakiti pihak manapun, nyatanya bisa dikasuskan. UU ITE juga menjadi titik api krisis kemanusiaan yang diprediksi akan semakin langka. Dikisahkan dalam buku ini kasusnya

MENGEMBALIKAN ESENSI PARADIGMA YANG NYATA

foto: dok. paradigma Tulisan ini adalah hasil refleksi pada acara sarasehan PJTL bersama alumni dan kepengurusan selama satu periode ini JUMAT 5 November 2021, saya mulai merasakan bagaimana ruh Paradigma seakan hidup kembali. Bagaimana tidak, iklim literasi dan semangat belajar para anggota nyatanya masih ada. Saya tidak berlebihan mengatakan ini adalah progres yang bagus,   melihat teman-teman pengurus secara perlahan mulai berkembang pada bidangnya masing-masing. Lihat saja, anas yang seharian penuh menyiapkan materi fotografi untuk follow up besok pagi. Ichsan yang tidak malu berbaur dengan pengurus meskipun dia c uma anggota magang saja. Atau abror yang sudah memutuskan menjadi marbot kantor lpm, lengkap dengan majikom dan peralatan dapur yang dihibahkannya. Saya masih ingat betul, bagaimana awal kepengurusan tahun ini terbentuk. Dari diri saya pribadi yang merasa tidak mampu menahkodai lembaga sebesar ini, kemampuan menulis, public speaking yang blepotan. Bahkan kemampuan

Benarkah Kita Harus Bahagia?

sumber: mainmain.id Belakangan ini saya sering menjumpai buku-buku yang baru rilis bergenre self healing. Bukannya apa, memang di masa-masa sulit seperti ini kita perlu menjaga kesehatan mental, dan salah satu caranya ialah dengan membaca buku. Ambil contoh buku keluaran baru milik alvi syahrin, "insecurity is my middle name", buku yang berisi 15 bab bagaimana kita sering merasa insecure atau tidak percaya diri dengan diri kita sendiri. Di sini kita akan menemukan bab-bab dimana kita akan belajar menerima diri sendiri, memberi apresiasi, dan menyayangi dirimu sendiri. Bukan untuk promosi, tapi buku ini cukup direkomendasikan bagi kaum-kaum yang sering insecure, mengeluh berlebih, dan merasa kenapa dirinya tidak seperti orang lain, Let's go and try loving yourself. Buku kedua yang mungkin saya rekomendasikan adalah duduk dulu, buah karya dari Syahid Muhammad. Buku yang menceritakan tentang diri sendiri yang seolah dupa untuk duduk dulu dan mencintai diri sendiri. Buku

Mahasiswa, Ayo Speak Up

sumber: youtube Saya merasakan iklim yang sangat berbeda antara kampus IAIN dengan kampus lain. Entah itu soal literasi, minat baca, diskusi, dan lain sebagainya. Saya merasa kemauan mahasiswa sini untuk belajar itu semua masih rendah. Bahkan, untuk kalangan anggota internal sendiri pun, sulitnya bukan main. Saya tidak menggeneralisir semuanya, masih banyak, kok, mahasiswa IAIN yang suka diskusi, suka baca buku, paham literasi. Sayangnya, saya kurang beruntung karena jarang menjumpai orang seperti itu. Atau bisa juga, karena saya yang tidak bisa mengimbangi mereka. Saya rasa, teknologi memang mengubah banyak hal, mulai dari perilaku, kebiasaan, sikap, bahkan karakter seseorang. Keberadaan teknologi makin kesini justru salah digunakan banyak orang. Terbuai teknologi, dimanjakan fitur-fitur canggih, praktis membuat mereka merasa dimanjakan dan tidak perlu kerja keras. Memang benar, teknologi dibuat untuk memudahkan kinerja seseorang, namun, jangan sampai teknologi menghilangkan ras