Gagasan pemerintah untuk memberikan bantuan kepada
masyarakat ternyata tidak sepenuhnya direspon positif. Niat baik pemerintah ini
terkendala dan mendapat kecaman dari masyarakat karena kurangnya koordinasi dan
sinergitas satu sama lain. Dampaknya masyarakat merasa menjadi korban dari
kebijakan pemerintah yang dianggap tidak konsisten.
Terlebih, saat ini pemerintah sedang dipusingkan dengan masalah
perekonomian yang semakin memburuk akibat Covid-19. Berbagai protes
dilayangkan kepada pemerintah baik daerah maupun pusat. Termasuk persoalan yang
menyangkut
transparansi dan tidak
meratanya Bantuan
Langsung
Tunai
(BLT) yang diberikan. Hal ini akhirnya memunculkan rasa kecemburuan sosial, kecurigaan
bahkan ketidakpercayaan dari masyarakat kepada pemerintah.
Polemik pemberian Bantuan Langung Tunai (BLT) bagi
warga terdampak Covid-19 menimbulkan rmasalah di berbagai daerah. Adanya protes
dari masyarakat ini menandakan minimnya hormonisasi dan sinergitas antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terlebih, penetapan kebijakan yang
berubah-ubah dari pemerintah pusat semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam
menyalurkan bantuan.
Sebagai contoh, kasus yang terjadi di provinsi
Sulawesi Utara. Bupati Bolang Mongondown Timur, Sehan Salim Landjar mengeluhkan
mekanisme Penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang begitu rumit karena
regulasi yang berubah-ubah. Dilansir dari Tirto.id Kementrian Desa
menerbitkan surat perubahan terkait penggunaan dana desa dengan konsep BLT senilai
Rp 600 ribu. Selain itu, warga yang sudah terdaftar di Progam Keluarga Harapan
(PKH) dilarang menerima BLT sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.
Namun, menurut Peneliti Transparancy International
Indonesia (PTII) Wawan Suyatmiko permasalahan yang dialami Sehan tersebut
terletak pada teknis pelaksanaannya. Sesuai Permenda Tahun 2020 tentang Dana
Desa yang menyatakan BLT-Dana desa diberikan secara tunai, dengan penggunaan
secara akuntabel dan transparan. Menurut Wawan Pemerintah tidak mengatur teknis
penggunaannya, sehingga dalam hal ini, pemerintah baik pusat maupun daerah
harus saling meningkatkan sinergi dan keharmonisannya dalam membuat kebijakan.
Selain itu, setiap kebijakan yang dirumuskan harus
ditelaah dan dikaji ulang sebelum kebijakan diimplementasikan. Dengan begitu,
pemerintah dapat melaksanakan kebijakan tersebut secara maksimal dan masyarakat
tidak menjadi korban kebijakan karena proses yang tidak transparan, tidak
partisipatif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kasus serupa juga terjadi di banyak daerah, termasuk
desa saya sendiri, Robayan Kalinyamatan Jepara. Kepala Desa beserta seluruh
jajarannya dianggap melakukan korupsi Dana Desa lantaran terdapat kelebihan
dana BLT yang akan disalurkan kepada warga miskin terdampak Covid-19. Belum
lagi, protes yang dilayangkan warga ini menginginkan kelebihan penggunan dana
desa ini untuk disalurkan seluruhnya kepada warga miskin.
Tentunya, hal ini tidak sesuai dengan Permendes PDTT
Nomor 6 Tahun 2020, yang menyebutkan prioritas utama penggunaan dana desa untuk
kondisi saat ini ialah Penanganan Covid-19, Padat Karya Tunai Desa (PKTD), dan
BLT Dana Desa. Sehingga bila ada kelebihan, alangkah baiknya dana tersebut
direlokasikan ke Penanganan Covid-19 dan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD).
Permasalahan lain yang muncul ialah pada proses
pendataan terutama banyaknya calon penerima BLT. Padahal yang berhak menerima
BLT ialah warga miskin yang belum terdaftar di program PKH, BPNT atau Kartu Pra
Kerja yang telah memenuhi kriteria calon penerima bantuan sesuai Permenda PDTT
Tahun 2020.
Dengan demikian, kasus polemik BLT dana desa ini
seharusnya dapat kita jadikan pelajaran. Bahwa sampai sekarang,
kepercayaan dan sinergitas
antara pemerintah dan masyarakat masih sangat rendah. Untuk itu, perlu upaya
bersama secara dalam meningkatkan sinergitas baik antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan pemerintah desa.
Pemerintah, dalam hal ini harus mampu menyelaraskan
antara visi, misi, dan tujuan yang sama antara pemerintah pusat dan daerah sehingga
keduanya dapat berjalan beriringan. Selain itu, dari pemerintah juga harus
membuat program kerja yang jelas agar pemerintah daerah dalam melaksanakan
tugasnya dapat berjalan dengan baik. Diperlukan sebuah transparansi atau
keterbukaan dalam membuat suatu kebijakan, menjalin solidaritas yang tinggi
juga sangat penting antara pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga setiap kebijakan yang diputuskan ada koordinasi dan sinergi yang baik. Hal ini untuk menghindari miskomunikasi dan salah persepsi yang dapat berdampak pada kesenjangan antar pemerintah.
Sementara itu, sebagai masyarakat ataupun warga desa,
seharusnya lebih memberikan kepercayaan kepada pemerintah. Dengan tetap
melakukan pengawasan, kita harus memperbaiki keharmonisan dan kekompakan dalam
bersinergi melawan covid-19. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, menyalurkan bantuan dengan tepat sasaran,
transaparansi, adil dan dapat dibertanggungjawabkan. Dengan begitu, baik antara
pemerintah dan masyarakat akan terjalin solidaritas dan kepercayaan, tanpa ada
pihak yang merasa dirugikan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat dalam
mengatasi pandemi Covid-19 sebagai alat pencitraan belaka, tetapi harus
melakukannya dengan baik dan sungguh-sungguh demi kebaikan bersama.
Komentar
Posting Komentar