Langsung ke konten utama

Menyikapi Perbedaan Sebagai Anugerah, Saling Merangkul Hadapi Corona



Banyak orang sering mengaitkan suatu hal dengan peribahasa atau pepatah lama. Seperti sebuah perbedaan. Perbedaan dapat diandaikan sebagai pisau bermata dua, tergantung darimana orang menyikapinya. Perbedaan dapat menyatukan berbagai umat dengan karakter dan sifat yang berbeda. Dalam hal ini perbedaan dianggapnya sebagai anugerah. Namun, Tak sedikit pula yang menyalahartikan dan menganggap perbedan sebagai pemicu pertikaian.

 

Perbedaan dapat memicu berbagai konflik baik personal maupun masal seperti halnya perbedaan pendapat, argumen, pandangan, pola pikir, bahkan visi dan misi atau tujuan yang berbeda ternyatan dapat mengusik persatuan, menghilangkan rasa  kepercayaan, merekahkan kedekatan, hingga memudarkan rasa empati dan kemanusiaan.

 

Belakangan ini kita sangat disibukkan oleh berbagai permasalahan yang ditimbulkan adanya Virus Corona.  Jumlah kematian yang terus meningkat setiap hari akibat virus kasat mata dari Wuhan ini membuat berbagai negara termasuk Indonesia sampai kelimpungan dan pusing dalam mengatasi virus ini.

 

Update terakhir jumlah kematian di Indonesia akibat virus corona hingga tulisan ini dibuat mencapai 582 orang dari berbagai provinsi. Jumlah tersebut mengindikasikan betapa berbahayanya virus ini bila tidak segera ditangani lebih serius. (www.covid19.co.id, 19/04/2020).

 

Melihat situasi seperti ini, pemerintah akhirnya menetapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berkala Besar).  PSBB pertama ditetapkan di provinsi DKI Jakarta melalui peraturan gubernur yang telah disetujui oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan peraturan tersebut, Pasal 1 menyebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah  yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran covid-19. Langkah pemerintah ini diambil dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Povinsi DKI Jakarta.

 

Menimbang kedudukan provinsi DKI Jakarta mempunyai kedudukan khusus dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena sebagai Ibukota Negara dengan mobilitas sosial yang tinggi, maka pemerintah daerah berhak menetapkan PSBB. Dengan ketentuan pemerintah harus memenuhi hak, kewajiban, dan kebutuhan dasar penduduk selama pemberlakuan PSBB. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan sanksi kepada siapa saja yang melanggar peraturan tersebut. (Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB).

 

Ketika pemerintah sudah mengambil langkah yang dirasa tepat lantas bagaimana selayaknya masyarakat harus bersikap? Apakah rakyat harus ikut berpartisipasi dalam mendorong pelaksanaan PSBB? Atau tindakan apa yang yang sepatutunya dilakukan oleh masyarakat? Kita tahu masyarakat di Indonesia sangat beragam sehingga hukum yang ditetapkan tidak serta merta disamaratakan dan ditimpakan ke semua warga. Melihat segala perbedaan yang ada, pemerintah juga harus proporsional dan mempertimbangkan konsekuensi dan apa yang menjadi kebutuhan warganya. Begitu pun warga atau masyarakat juga harus sadar diri dan sadar posisi, bertindak secara kritis dan logis. Masyarakat harus bisa memposisikan dirinya  pada kondisi mana, apakah mengikuti aturan pemerintah atau mengambil tindakan sendiri yang menurutnya benar.

 

Baru-baru ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menegaskan larangan mudik kepada seluruh masyarakat selama kondisi darurat Corona. Menjelang bulan Ramadhan, larangan yang semula hanya diberlakukan kepada ASN Negara, kini ditetapkan untuk seluruh masyarakat. Sikap ini diambil Presiden Jokowi melihat sebanyak 24 persen masyarakat masih bersikeras untuk mudik ke kampung halaman. Melansir dari Replubika Online, data yang diambil dari hasil survei lapangan oleh Kementrian Perhubungan tersebut mengharuskan pemerintah mengambil sikap tegas untuk menghindarkan masyarakat pada kemungkinan terjangkit virus corona selama mudik.

 

Melihat kondisi seperti ini, mengapa masih banyak masyarakat yang ngotot untuk mudik? Bagi ASN tidak mudik bukanlah masalah yang besar karena mereka tetap mendapat gaji dan ditanggung oleh negara. Namun, bagi masyarakat kecil, selama kondisi Pandemi Corona mereka tidak bekerja, kelaparan, tidak mempunyai uang untuk makan apalagi untuk dikirim ke kampung halaman. Mereka mempunyai keluarga yang harus dicukupi, sementara pemerintah belum pasti menanggung kebutuhan pokonya selama pandemi. Kondisi inilah yang memaksa mereka bertindak. Nekat melanggar aturan pemerintah, tanpa memperdulikan kemungkinan terpapar Corona, mereka bersikeras melakukan mudik karena bagi mereka yang terpenting adalah keluarga.

 

Apakah tindakan mereka salah? Apakah mereka harus diam saja dan tetap melaksanakan larangan mudik sesuai aturan pemerintah? Jawabannya tentu tidak. Justru dalam kondisi seperti ini mereka wajib mudik, dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan selama mudik.

 

Mengapa demikian? Dalam islam ada yang namanya Maqhasid Syariah yang dapat dijadikan landasan bagi seseorang muslim untuk menetapkan hukum bagi dirinya sendiri dan orang lain. Kita tahu, salah satu poin penting dari Maqashid Syariah adalah Al-Khifdzun Nafs atau menjaga diri. Artinya, seorang muslim wajib menjaga diri sendiri dan orang lain. Maksudnya dalam kondisi ini jangan sampai seseorang membiarkan dirinya kehilangan nyawa dan tidak dapat beribadah kepada-Nya.

 

Maka dalam hal ini, pemerintah seharusnya dapat memastikan keselamatan rakyatnya ketika menetapkan PSBB selama Pandemi Corona. Dengan memberikan bantuan materiil dan kebutuhan pokok pada setiap warga sesuai peraturan yang telah dituliskan sebelumnya. Sehingga masyarakat tetap aman dan nyaman dalam bertindak dan memilih jalan. Inilah yang sebelum Covid-19 disebut sebagai “Perbedaan adalah rahmat”. Karena memang agar masyarakat dapat memilih. Menentukan jalan yang sesuai dengan keadaan dirinya sendiri dan keluarga.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya Mewujudkan Kesadaran Literasi Digital di Era Global

Kemajuan teknologi semakin pesat, memudahkan semua orang untuk mengakses segala informasi setiap saat. Kemajuan teknologi juga diiringi dengan kemajuan perkembangan media digital. Berbagai media kini mengembangkan situs online nya untuk mengikuti trend sekarang, biar tidak ketinggalan zaman.   ada pula media yang hanya mengejar keuntungan ekonomi, dengan memberitakan atau menyampaikan informasi menurut ramainya pasaran. Hoax? Majunya teknologi harus diimbangi dengan majunya pemikiran dan juga kehati-hatian. Mudahnya informasi beredar tak khayal juga memudahkan hoax dan berita bohong kian menyebar. Pentingnya pengetahuan berliterasi dan bermedia sosial harus kita biasakan sejak sekarang. Biar tak mudah terjebak isu-isu yang beredar atau polemik yang sedang viral. Upaya penangkalan hoax sebenarnya sudah digemparkan sejak lama. Namun tak sedikit pula yang masih mudah terjebak dan termakan berita palsu tersebut. Rendahnya pengetahuan literasi masyarakat di Indonesia inilah yang mem

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Catatan Lepas

foto: finansialku.com Selasa, 1 November 2022, adalah hari yang cukup mengagetkan bagi saya. Hari itu, saya dipanggil oleh kantor redaksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan. Kabar itu sudah santer di lingkungan kantor, dan akhirnya saya harus memenuhi panggilan kantor sebagai bentuk tanggung jawab saya. Hasil pertemuan itu memutuskan, saya untuk satu bulan ke depan ini sudah beralih status menjadi kontributor di lingkar Jateng. Keputusan tersebut tentunya harus saya terima dengan lapang dada. Karena atas perbuatan saya sendiri yang memang salah, yakni menyabang di dua media sekaligus. Meskipun media yang satunya bukan merupakan media mainstream, namun media tetap media. Belum lagi, keteledoran saya yang mengirimkan tulisan ke dua media tanpa proses editing sedikitpun. Memang, saya seperti mempermainkan media yang sudah menerima saya dan menjadi pijakan saya beberapa bulan ini. Sebenarnya saya tak masalah, toh memang saya tidak punya niatan untuk bertahan lama di s