Berbagai permasalahan baru yang ditimbulkan oleh virus
corona semakin
bertambah. Terutama berkaitan dengan keputusan Direktur Jendral
(Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementrian Agama yang membatalkan pemberian diskon
UKT bagi mahasiswa PTKIN menimbulkan kontraversi dan respon buruk dari kalangan
mahasiswa. Pasalnya, dalam Surat
Edaran
(SE) sebelumnya, Kemenag telah memberikan janji berupa potongan UKT minimal 10%
bagi mahasiswa PTKIN sebagai upaya meringankan beban mahasiswa.
Tak
hanya itu, pemerintah juga tengah dipusingkan dengan masalah perekonomian yang
semakin memburuk akibat Covid-19.
Berbagai protes juga dilayangkan kepada pemerintah baik daerah maupun pusat terkait
tidak meratanya penerima Bantuan
Langsung
Tunai
(BLT) yang diberikan. Sehingga
timbul adanya kecurigaan dan rasa ketidakpercayaan dari warga masyarakat kepada
pemerintah di berbagai daerah.
Siapa yang Salah?
Mahasiswa
harus menerima kenyataan pahit atas batalnya diskon UKT yang telah dijanjiikan
sebelumnya. Merasa dikecewakan, Senat Mahasiswa (SEMA) PTKIN Nasional sampai
melayangkan surat pernyataan sikap sebagai bentuk protes atas
ketidakkonsistenan Kemenag
dalam mengambil kebijakan. Melalui surat yang ditandatangani oleh Agishna
tersebut, menuntut agar Kemenang
membuat kebijakan baru terkait pengurangan UKT
dan harus dimuat dalam
Peraturan Kementrian Agama. Hal ini dilakukan sebagai upaya mahasiswa
memperjuangkan haknya, sekaligus menyalurkan aspirasinya.
Mahasiswa
merasa mempunyai hak, dan harus memperjuangkannya. Dengan idealisme tinggi, mahasiswa
mengajak elemen mahasiswa lain di seluruh PTKIN di Indonesia menyalurkan
aspirasinya melalui cuitan di twitter.
Kementrian Agama tak lantas disalahkan. Menanggapi
surat yang dilayangkan tersebut, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag
Kamarudin angkat bicara. Melansir dari Kompas.com, Kamarudin menjelaskan
program diskon UKT yang dijanjikan tidak dapat direalisasikan mengingat adanya
penghematan anggaran Kemenag sebesar 2,6 Triliun yang berdampak pada anggaran
PTKIN.
Meskipun
demikian, Menteri Agama juga menegaskan bahwa Kementrian Keuangan tidak dapat disalahkan.
Sebab, saat ini pemerintah memang membutuhkan dana yang besar untuk menangani
permasalahan Covid-19,
terlebih dalam menguatkan jaringan keamanan sosial dan membantu masyarakat
miskin. Sehingga kementrian Keuangan juga memangkas anggaran di Kementrian lain, bukan hanya Kementrian Agama saja.
Jadi,
dalam hal ini Kementrian
Agama
juga tidak sepatutnya disalahkan. Pasalnya niat baik Kemenag dalam menutupi kekurangan
anggaran di PTKIN sudah ada, bahkan telah disiapkan skemanya. Namun, pihak PTKIN dan
mahasiswa khususnya harus gigit jari karena adanya efisiensi anggaran dana Kemenag
sebesar 2,6 Triliun, dan Kemenag tidak dapat berbuat apa-apa. (Sumber: kemenag.go.id)
Minim Sinergi
Tidak jauh berbeda, polemik pemberian Bantuan Langung
Tunai (BLT) bagi warga terdampak Covid-19 juga bermasalah. Adanya protes dari
masyarakat yang terjadi di berbagai daerah menandakan minimnya hormonisasi dan
sinergitas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terlebih,
penetapan kebijakan yang berubah-ubah dari pemerintah pusat semakin menyulitkan
pemerintah daerah dalam menyalurkan bantuan.
Sebagai contoh, kasus yang terjadi di provinsi Sulawesi
Utara. Bupati Bolang Mongondown Timur, Sehan Salim Landjar mengeluhkan
mekanisme Penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang begitu rumit karena
regulasi yang berubah-ubah. Dilansir dari Tirto.id Kementrian Desa
menerbitkan surat perubahan terkait penggunaan dana desa dengan konsep BLT senilai
Rp 600 ribu. Selain itu, warga yang sudah terdaftar di Progam Keluarga Harapan
(PKH) dilarang menerima BLT sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.
Namun, menurut Peneliti Transparancy International
Indonesia (PTII) Wawan Suyatmiko permasalahan yang dialami Sehan tersebut
terletak pada teknis pelaksanaannya. Sesuai Permenda Tahun 2020 tentang Dana
Desa yang menyatakan BLT-Dana desa diberikan secara tunai, dengan penggunaan
secara akuntabel dan transparan. Menurut Wawan Pemerintah tidak mengatur teknis
penggunaannya, sehingga dalam hal ini, pemerintah baik pusat maupun daerah
harus saling meningkatkan sinergi dan keharmonisannya dalam membuat kebijakan.
Selain itu, setiap kebijakan yang dirumuskan harus
ditelaah dan dikaji ulang sebelum kebijakan diimplementasikan. Dengan begitu,
pemerintah dapat melaksanakan kebijakan tersebut secara maksimal dan masyarakat
tidak menjadi korban kebijakan karena proses yang tidak transparan, tidak
partisipatif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah, termasuk
desa saya sendiri, Robayan Kalinyamatan Jepara. Kepala Desa beserta seluruh
jajarannya dianggap melakukan korupsi Dana Desa lantaran terdapat kelebihan
dana BLT yang akan disalurkan kepada warga miskin terdampak Covid-19. Belum
lagi, protes yang dilayangkan warga ini menginginkan kelebihan penggunan dana
desa ini untuk disalurkan seluruhnya kepada warga miskin.
Tentunya, hal ini tidak sesuai dengan Permendes PDTT
Nomor 6 Tahun 2020, yang menyebutkan prioritas utama penggunaan dana desa untuk
kondisi saat ini ialah Penanganan Covid-19, Padat Karya Tunai Desa (PKDT), dan
BLT Dana Desa. Sehingga bila ada kelebihan, alangkah baiknya dana tersebut
direlokasikan ke Penanganan Covid-19 dan program Padat Karya Tunai Desa (PKDT).
Permasalahan lain yang muncul ialah pada proses
pendataan terutama banyaknya calon penerima BLT. Padahal yang berhak menerima
BLT ialah warga miskin yang belum terdaftar di program PKH, BPNT atau Kartu Pra
Kerja yang telah memenuhi kriteria calon penerima bantuan sesuai Permenda PDTT
Tahun 2020.
Dengan demikian, kedua kasus polemik diskon UKT dan
BLT dana desa dapat kita jadikan pelajaran. Bahwa sampai sekarang,
kepercayaan dan sinergitas
antara pemerintah dan masyarakat masih sangat rendah. Sebagai mahasiswa,
seharusnya kita lebih dapat mengerti keadaan dan situasi sekarang, tidak hanya
menuntut tanpa mencari solusi dan titik terang.
Sebagai masyarakat ataupun warga desa, kita seharusnya
lebih memberikan kepercayaan kepada pemerintah. Dengan tetap melakukan
pengawasan, kita harus memperbaiki keharmonisan dan kekompakan dalam bersinergi
melawan covid-19. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah dapat menjalankan
tugasnya dengan baik, menyalurkan bantuan dengan tepat sasaran, transaparansi,
adil dan dapat dibertanggungjawabkan.
Komentar
Posting Komentar