Belasan anak muda
terlihat duduk serius. Dengan memegang pensil khusus sambil menatap sebidang
kertas di depannya, mereka tampak asyik menikmati. Mengukir garis, membuat
pola, hingga mengisi detail-detail ruang pada bidang dengan kuas berwarna. Sore
itu, Minggu (28/03), masing-masing muda mudi sedang semangat-semangatnya
mengeksplorasi karya seni rupa.
Kegiatan itu
terangkum dalam satu wadah bernama Kelas Kaligrafi. Kampung Budaya Piji Wetan,
menginisiasi kelas rutin ini untuk mengajak anak-anak muda di lereng muria
berseni. Tahap demi tahap dilalui dengan senang hati oleh anak-anak dan remaja
dengan rentang usia 12 sampai 25 tahun. Belajar mengeksplorasi kaligrafi, akan
terasa menyenangkan jika dilakukan bersama-sama. Saling membantu, saling
menyemangati dan tentunya saling mengapresiasi.
Di sela-sela
kesibukan mereka merampungkan projek karya yang akan dipamerkan nanti, kami
berkesempatan untuk ngobrol dan bercengkrama dengan mereka. Dengan tutur bahasa
yang santai dan terkadang sekenanya, mereka tak sungkan membagikan ceritanya,
kesan dan pengalamannya selama mengikuti program triwulan dari Kampung Budaya
Piji Wetan Kudus ini.
Beberapa jawaban anak-anak muda ini sudah terangkum dalam tanya jawab yang ringan, santai namun tetap mengena di bawah ini.
Apa yang membuat kamu
tertarik untuk mengikuti Kelas Kaligrafi di KBPW?
Muhammad Khoirul
Anam, pemuda asal Kudus ini menjawab dengan mantap. Ketertarikannya di dunia
seni kaligrafi bahkan ia rasakan sejak kecil. Dari menggambar hingga dukungan
kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya dulu, Anam masih konsisten menggeluti
bidang seni rupa religi islami itu.
”Saya tertarik untuk
mengikuti kelas ini karena dari awal saya sudah pernah belajar kaligrafi. Sejak
kecil bisa menggambar, kemudian sewaktu Mts ada kegiatan kaligrafi, bahkan
sampai sekarang kuliah pun saya juga bergabung ke organisasi bisa mewadahi minat
saya,” kata Anam beberapa waktu yang lalu.
Mendapati KBPW yang
juga membuka kelas kaligrafi, ia pun tambah bersemangat. Terlebih koordinator
kelas ini juga sudah ia kenal, sewaktu belajar kaligrafi di sekolah.
Hal serupa juga
dirasakan oleh Davina Rihadlatul Aisyah, siswi kelas 6 MI asal Desa Purwosari,
Kecamatan Kota Kudus. Davina yang dikenalkan seni kaligrafi pertama oleh
gurunya di kelas 5 mengaku mempunyai ketertarikan pada karya seni rupa yang
indah dan enak dipandang itu. Hal tersebut juga didukung dengan bakatnya dalam
menggambar.
”Kenapa saya ikut
kaligrafi, karena awalnya saya suka menggambar dan menulis indah. Jadi tidak
ada keterpaksaan karena memang keinginan saya sendiri ikut kelas kaligrafi
ini,” ungkap Davina.
Sementara Anita
Salsabila, salah satu mahasiswa IAIN Kudus yang bergabung dalam kelas kaligrafi
ini mengaku tertarik sebab ingin mengembangkan kemampuannya di bidang seni
kaligrafi.
”Saya sudah pernah belajar kaligrafi, jadi enjoy saja menikmati kegiatannya. Selain itu saya ikut kelas ini juga ingin mengembangkan pengalaman saya terharap seni kaligrafi,” ujarnya.
Bagaimana kesan yang dirasakan setelah mengikuti kelas rutin selama tiga bulan ini?
Sebagian besar
peserta, ketika ditanya kesan selama mengikuti kelas kaligrafi, mengaku senang
dan puas. Selain pembelajarannya yang santai, materi yang diberikan juga lebih
detail dan enak dipahami.
Seperti yang
diutarakan oleh Anita Salsabila. Ia mengaku banyak materi yang didapatkan
selama mengikuti kelas rutin setiap Jumat sore itu. Seperti halnya materi
teknik melukis, teknik mewarnai, membuat ornamen dan lain-lain.
”Menyenangkan
tentunya, dari kita yang sejak awal sudah minat ikut, di sini pembelajarannya
dijelaskan secara detail, bagaimana kaidahnya, per hurufnya dijelaskan,” ungkap
Anita.
Sepakat dengan yang
disampaikan Anita, Anam juga merasakan hal yang sama. Selain pembelajarannya
yang lengkap, kelas kaligrafi juga membuat dirinya merasa bertambah wawasan dan
pengalaman.
”Kita juga bisa mengaplikasikan hasil belajar dari kelas ini, misalnya membuat kaligrafi secara mandiri di rumah, atau membuat karya lain semacamnya.”
Kalau boleh tahu, apa
saja sih yang dipelajari dalam kelas kaligrafi?
Di kelas kaligrafi
triwulan pertama ini, anak-anak mulai dikenalkan pada kaidah khat naskhi.
Tujuannya ialah untuk melatih anak supaya mempunyai goresan dan tulisan yang
indah terlebih dahulu.
”Pertama kita belajar
kaidah khat naskhi, kemudian berlajut ke teknik mewarnai dan membuat ornamen-ornamen,
selanjutnya kita diajari membuat tulisan-tulisan seperti surat pendek dan
kalimat pendek lain,” kata Anam ketika ditanya apa saja yang ia dapatkan dari
kelas kaligrafi di KBPW.
Begitu juga dengan
Davina, ia merasa belajar banyak di kelas kaligrafi outdoor di Kampung
Budaya Piji Wetan. Belajar cara memegang pensil, spidol, menggambar, melukis
dan menulis kalimat-kalimat pendek.
”Kemarin membuat kalimat Robbis rohli shodri, lalu hari ini menyelesaikan kaligrafi surat Al Ikhlas,” jelasnya.
Ada kendala yang
berarti selama mengikuti kegiatan di kelas kaligrafi?
Tak ada kendala yang
berarti dialami oleh para peserta, termasuk Anita. Baginya kendala yang
dimaksud bukan semata kendala, akan tetapi lebih ke bagaimana memanaje waktu
dengan baik.
”Kegiatannya mepet sama jam kuliah, jadi memang perlu menyesuaikan diri. Untuk kendala lainnya sepertinya tidak ada,” jawab Anita tegas.
Apa harapan kamu ke
depannya dengan adanya kelas kaligrafi di KBPW?
Harapan memajukan
kelas kaligrafi dan kebudayaan di Lereng Muria menjadi kesepakatan bersama.
Tentunya, harapan itu perlu didukung dengan tumbuhnya generasi-generasi penerus
di dalam kesenian rupa kaligrafi.
”Semoga bisa
istiqomah dan terus belajar kaligrafi, mengikuti event dan lomba-lomba baik
tingkat umum dan tingkat mahasiswa,” ujar Anam.
”Harapannya semoga bisa
lebih mahir dalam menulis kaligrafi yang indah,” ungkap Davina.
”Kelas kaligrafi di
KBPW semakin berkembang dan dapat memunculkan kelas-kelas lanjutan untuk jenis
khot yang lain, karena jenis khat di kaligrafi banyak sekali,” kata Anita.
”Saya senang ada kelas kaligrafi, semoga kelas ini ada terus. Aamiin,” harap Maulida Difa Zahrani, siswi kelas 4 MI Hidayatul Mustafidin Dawe Kudus.[]
Komentar
Posting Komentar