(foto: dok. kbpw/istimewa) |
Kesenian menjadi bagian daripada budaya yang sudah semestinya terus dirawat. Lewat kesenian, anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua bisa berkumpul dan guyub rukun bersama. Mewariskan semangat melestarikan budaya memang perlu diajarkan sejak dini. Terutama kepada generasi muda yang masih semangat-semangatnya.
Kampung Budaya Piji Wetan
Kudus sedang berupaya menjawab tantangan itu. Melalui program kelas tari KBPW
Art Performance, anak-anak muda diajak menyelami dan mengenal budayanya
sendiri. Penggarapan kesenian tari yang diadaptasi dari sebuah folklor lokal
adalah buktinya.
Mereka (anak-anak muda)
selain belajar gerak tari, secara tidak langsung juga akan belajar mencintai budaya
lokal. Mini sendratari berbasis folklor lokal banyu ngecis ini digarab bersama
masyarakat lintas umur. Mereka berkreasi, berseni, berolahraga sekaligus
berbudaya.
Penggarapan seni tari
banyu ngecis ini akan dipentaskan secara langsung di depan masyarakat. Mereka
terdiri dari anak-anak, remaja dan beberapa warga, tak kurang dari 17 personel
akan pentas bersama. Para pemerannya di antaranya Revika, Nia, Dwi Amelia,
Mila, Risnanda, Vina, Keisya, Zahra, Tifa, Disa, Aqila, Roya, Pak Eko, Bu Asri,
Bu Ning, Bu Siti dan Mbak Ida.
Di sela-sela jam
istirahat pelaksanaan kelas tari pada Minggu sore (19/2/2023), kami
berkesempatan untuk bercengkrama dan mewawancarai beberapa anak-anak muda. Mereka tak sungkan membagikan ceritanya,
kesan dan perasaannya selama mengikuti proses latihan dalam program kelas tari
triwulan ini.
Beberapa jawaban dari
anak-anak muda sudah terangkum dalam tanya jawab yang ringan, santai namun
tetap mengena di bawah ini.
Alasan mengikuti kelas
tari dari KBPW Art Performance ini apa?
Nia Noor Fadhilah (17),
siswi SMK Duta Karya Kudus mengutarakan jawaban yang cukup tegas saat ditanya
perihal ini. Kepada kami, ia mengaku diminta gurunya di SMK yang tak lain
adalah Muchammad Zaini, ketua di Kampung Budaya Piji Wetan. Meskipun begitu,
Nia tetap bersedia mengikuti kelas tari dengan senang hati.
"Awalnya memang
disuruh Pak Zen untuk ikut kelas tari, dan saya iyakan. Alhamdulillah bisa
mengikuti program ini dengan baik," katanya.
Jawaban cukup berbeda
disampaikan oleh Revika Rahayu Widiarsih (17) yang juga merupakan siswi SMK
Duta Karya Kudus. Dia yang sedari kecil sudah berkecimpung di dunia tari
mengaku mengikuti kelas tari ini secara sukarela, atas keinginannya pribadi.
Bahkan sejak program kelas tari dimulai sampai bulan ketiga ini, ia belum pernah absen dalam latihan. Hal ini menunjukkan keseriusan dan kesenangannya belajar kesenian tari di KBPW.
"Saya ingin mengenal
lebih dalam lagi tentang seni tari. Meskipun sudah sejak kecil belajar menari,
saya rasa saya masih perlu belajar banyak hal tentang tari," ujarnya.
Kesan selama mengikuti
kelas ini bagaimana?
Belajar tari, bagi Rona
Tsuroya Zahir (10) merupakan hal baru. Siswi MI NU Hidayatul Athfal itu
mengutarakan kesannya setelah bergabung ke kelas tari KBPW. Baginya, kegiatan
tersebut sangat seru dan menyenangkan. Selain bisa menambah bakat dan
keterampilan dalam menari, Rona juga mengenal teman-teman baru yang
mengasyikkan. Usia yang terpaut cukup jauh dengan rekan-rekannya, tak menjadi
kendala berarti bagi Rona. Mereka bisa belajar tari dan saling membantu sesuai
perannya masing-masing.
"Sangat menyenangkan
bisa belajar tari di sini. Ketemu guru dan teman-teman baru yang bisa membantu
mengembangkan bakat di seni tari," katanya.
Apa kendala yang paling
sering dirasakan?
Bicara soal kendala,
beberapa anak-anak muda barangkali mengalami hal yang sama. Seperti yang
disampaikan oleh Gabriel Alvina D (16), siswi SMA 1 Kudus. Selama proses
latihan, ia terkadang mengalami rasa jenuh dan bosan. Pasalnya, untuk program
ini, para peserta akan mementaskan tari dari hasil latihan selam tiga bulan.
Sehingga, memang butuh effort yang lebih dengan proses latihan berulang-ulang.
"Memang seru sih,
tetapi kadang juga capek. Setiap minggu kita latihan dan setiap latihan juga
kita akan mengulang-ulang supaya gerakannya matang. Jadi memang butuh effort
dan semangat yang tinggi, hehe," ungkapnya.
Mengapa tertarik dan
bersedia mengikuti latihan tari dari awal sampai akhir?
Menari juga bisa menjadi
media olahraga dan sarana healing. Itu yang dirasakan oleh Sarah Naila Hasani
(17), siswi SMAN 1 Kudus. Sarah, menjadikan kegiatanntari sebagai cara
refreshing atas tugas-tugas dan kesibukan di sekolah. Hal ini ternyata cukup
efektif.
"Saya tertarik untuk
ikut kelas tari karena bisa menjadi media refreshing saya. Apalagi ketika tugas
sekolah menumpuk dan memambah kepenatan, saya bisa melakukan hal lain yaitu
menari. Selain itu, tari juga bisa jadi sarana olahraga yang menyehatkan
tubuh," jelas Sarah.
Di sisi lain, Sarah juga
merasa keterampilan menarinya masih kalah jauh dengan teman-temannya. Hal itu
yang memotivasi dirinya untuk giat berlatih tari.
"Senang banget bisa
ketemu temen-teman baru yang jago menari. Saya juga bisa belajar tari yang
keren banget setelah sekian lama hiatus dari dunia tari," imbuhnya.
Harapan ke depan terhadap
program kelas tari dan KBPW seperti apa?
Salah satu peserta,
Keisya Widya Karera (14) asal SMP 1 Dawe mengungkapkan, bahwa ia ingin menambah
skill di bidang tari dan melestarikan kebudayaan Indonesia.
"Saya ingin menambah
skill tari dan melestarikan budaya indonesia," ungkap Keisya.
Melestarikan kebudayaan
di Indonesia. Kalimat tersebut sepertinya mewakili jawaban teman-teman yang
ikut dalam program kelas tari KBPW Art Performance. Meskipun masih muda dan
bahkan ada yang masih anak-anak, harapan itu tumbuh dari hati mereka sendiri.
Semoga makin banyak anak-anak muda yang tertarik menggeluti kesenian tari di
Kudus, menjadi bagian dari KBPW untuk merawat kebudayaan nusantara.[]
Komentar
Posting Komentar