Ungkapan ini sering kita dengar
bahkan berulang kali terlebih ketika membahas hal yang berkaitan dengan orang
lain. Ungkapan yang bermakna jangan menilai seseorang dari penampilan atau
luarnya saja, melainkan nilailah orang tersebut dari kelakuan atau atitude
orang tersebut. hal ini memang mudah diucapkan dan dikatakan kepada orang lain,
namun apakah kita sendiri telah melakukannya, atau jangan-jangan malah kita
abai dan melupakan hal tersebut.
Bukan hal yang jarang ditemui
bahwasanya masyarakat Indonesia ataupun masyarakat dunia lebih menghargai
orang-orang berpenampilan menarik daripada orang yang berpenampilan biasa saja.
Hal ini dapat terlihat dari pelbagai aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan,
ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial sekalipun. Dalam ruang lingkup yang
lebih sempit, dapat kita temui dalam bergaul dan berorganisasi. Misalnya ketika
berdiskusi atau sedang bercengkerama, orang-orang yang terlihat goodlooking
akan lebih mudah mendapatkan perhatian dari orang lain. Halnya ketika
menyampaikan pendapat, mengajukan pertanyaan, atau menanggapi hal yang sedang
dibicarakan, mereka lebih mudah mendapat atensi atau perhatian dari lawan
bicaranya.
Begitu juga dalam hal pekerjaan
atau bidang lain. Pasti kita sering melihat lowongan pekerjaan yang mempersyaratkan
pendaftarnya berpenampilan menarik atau goodlooking ini. Pekerjaan
seperti marketing, publicrelation, customerservice, front liner, yang
lebih mengedepankan penampilan akan mudah dimasuki orang-orang yang
berpenampilan goodlooking. Tidak hanya itu, kesalahan-kesalahan yang
mungkin saja diperbuat oleh orang-orang tersebut dapat lebih mudah dimaklumi
atau dimaafkan hanya karena penampilan fisik mereka.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa
mereka yang goodlooking mempunyai keistimewaan dalam hal ini dari segi
fisik sehingga selalu mendapat prioritas dan diutamakan. Secara manusiawi semua
orang lebih suka mereka yang goodlooking karena berparas cantik/tampan,
enak dipandang, dan tidak membosankan sehingga tidak jarang selalu menjadi
pusat perhatian.
Berbeda dengan orang-orang yang
berpenampilan biasa-biasa saja. Meskipun memiliki atitude yang baik
belum tentu mereka mendapat penilaian dan perlakuan yang sepadan dengan atitude-nya
dari orang lain. Sebagai perbandingan, masih ingat lagu “Aku bukan bonekamu”
yang dipopulerkan oleh Rahmawati Kekeyi Cantika Putri yang sempat tranding
topik di Youtube dan telah ditonton lebih dari 24 Juta orang? Kekeyi, sapaan
akrab Rahmawati ini mendapat cibiran dan dari jutaan warganet bukan hanya
karena lagu yang dinyanyikannya itu plagiasi dari lagu “Aku Bukan Boneka” milik
Rinni Wulandari, tetapi juga dari videonya tersebut yang dianggap menjijikkan
dan tidak bermutu oleh netizen. Padahal, tidak ada salahnya membuat konten
tersebut, jika tidak suka cukup ditanggapi dengan simpel dan tidak perlu
menonton ataupun membahasnya. (Tirto.id, (7/6/2020))
Lain halnya dengan kasus Adhisty
Zara, artis pemeran film dua garis biru yang mendapat sorotan dari warganet.
Melansir dari Tribunnews.com, namanya mencuat gara-gara video mesra dirinya
dengan kekasihnya Adi Pohan karena tangan kekasihnya memegang dada Zara. Video
ini pun heboh dan menjadi tranding di Twitter, meskipun selang beberapa
saat Zara langsung menghapus video tersebut dan menutup semua akun sosmednya.
Meskipun begitu, masih banyak warganet dan juga kalangan artis membela dan
mendukung Zara karena selain dia artis, juga berparas cantik. Hal ini
menunjukkan realita saat ini bahwa penampilan goodlooking masih saja dibela dan
diprioritaskan meskipun melakukan kesalahan yang tidak bisa dianggap kecil. Hal
ini berarti dan konteks adil di Indonesia masih bergantung pada siapa yang
bersalah, bukan apa kesalahan yang diperbuat. Lantas mau sampai kapan hal ini
terus dibiarkan?
Minim empati
Dalam kehidupan kita akan
menganggap ini sebagai hal yang lumrah. Hal yang manusiawi bahwa orang
goodlooking selalu mendapat tempat khusus dan disukai banyak orang. Hal ini
juga yang membuat kita seolah-olah hanya berempati pada mereka yang goodlooking.
Padahal dalam berempati atau pun
berbaur dengan masyarakat kita tidak boleh demikian. Sudah selayaknya kita
menghargai siapa saja tanpa memandang fisik atau penampilan. Minimnya empati
masyarakat yang justru membuat kesalahan kecil dibesar-besarkan dan kesalahan
besar dikecil-kecilkan. Hal ini tentunya harus diperhatikan sedari sekarang.
Jangan sampai toleransi menjadi salah kaprah hanya karena ditujukan kepada
orang-orang goodlooking saja. Jangan sampai sila kelima Pancasila diubah
menjadi 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang goodlooking'.
Sejatinya toleransi dan sikap
saling menghargai ini dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan manusia
tanpa memandang fisik, suku, ras, agama, dan sebagainya. Namun, dalam
kenyataannya, tak sedikit yang bersikap toleransi tetapi masih dengan memandang
aspek fisiknya. Sehingga menjadi penting bagi kita untuk memahami toleransi dan
bagaimana seharusnya kita bersikap.
Pada dasarnya yang terpenting dari
itu semua adalah attitude seseorang. Tidak masalah tidak berpenampilan
menarik, memiliki tampang yang biasa-biasa saja namun selalu menghargai orang
lain dan menjaga perilaku kita dalam bermasyarakat. Dengan saling mengingatkan
dan saling menghargai, semoga dapat sedikit meningkatkan rasa empati kita
terhadap sesama, sehingga, meminimalisir timbulnya pertikaian karena beda
pendapat atau yang lainnya, dan kesalahan-kesalahan sebelumnya tidak terulang
kembali. Yang paling penting, semoga kita bisa
merubahmindset kita bahwa kita harus mengedepankan attitude daripada
penampilan.
Komentar
Posting Komentar