Belakangan ini terdapat sebuah kejadian yang sempat menggegerkan warga Jepara di
media sosial. Kejadian yang menimpa nasib mbah
Lukita, menyayat hati bila kita menyaksikannya langsung. Meninggal dunia di
tempat parkir karena tak kunjung mendapat penanganan dari petugas rumah sakit
di RSUD Kartini Jepara.
Singkat
cerita pasien bernama Mbah Lukita diantar menggunakan mobil ambulan puskesmas sampai
tiba di depan UGD. Tak kunjung mendapatkan penganganan, pihak keluarga yang tak
tega dengan kondisi pasien meminta petugas memeriksa keadaan mbah Lukitaterlebih
dahulu. Alih-alih diberikan penanganan yang lebih serius, petugas hanya
menyentuh tubuh pasien dan pergi tanpa berkata apapun. Parahnya lagi pasien
diminta satpam mengambil nomor antrian dan menunggu di tempat parkir karena
tidak diperkenankan parkir di depan UGD.(cnnindonesia.com, 18/03/2020).
Setelah
dua jam menunggu, isak tangis keluarga mbah Lukita pecah. Mbah Lukita meninggal
dunia
di tempat parkir sebelum mendapatkan penanganan. Keluarga Mbah Lukita marah dan
menyalahkan pihak Rumah Sakit, namun pihak rumah sakit tak merasa bersalah
sehingga tidak mau bertanggung jawab.
Setelah
viral dan diliput oleh berbagai media, pihak Rumah Sakit baru meminta maaf atas
kejadian ini. Entah demi pencitraan atau melindungi nama baik Rumah Sakit, yang
jelas dengan permintaan maaf tidak akan mengembalikan nyawa mbah Lukita.
Kejadian
serupa juga pernah terjadi RSUD Daya Makasar pada Juli 2019. Dilansir dari
Kompas.com, seorang bayi yang mengalami dehidrasi pasca-diare ditolak oleh
pihak rumah sakit lantaran ruang IGD sudah penuh. Karena tidak mendapatkan
perawatan di rumah sakit tersebut, pihak keluarga membawa bayi ke rumah sakit
Tajuddin yang dekat dengan RSUD Daya.
Namun
nasib berkata lain, dalam perjalanan menuju rumah sakit, bayi meninggal dunia,
pihak keluarga sangat menyayangkan pelayanan yang buruk di RSUD Daya saat itu. Kasus
bayi meninggal juga terjadi di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta
Barat pada september 2017. Sebagaimana dilansir dari hukumonline.com, kematian
bayi Tiara Debora sempat menghebohkan warga lantaran tak mendapatkan perawatan
di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) karena kekurangan biaya.
Miris
sekali bukan, sampai kapan kejadian seperti ini akan terus terulang? Pelayanan
yang begitu buruk hampir di berbagai rumah sakit yang ada di Indonesia. Kita
sering mendengar pepatah “Tamu adalah Raja”. Ungkapan yang sering
ditujukan kepada orang yang tengah singgah atau sekadar mampir makan atau
minum. Ungkapan yang sangat tepat bila dikaitkan dengan aktivitas pelayanan.
Pelayanan untuk menyambut kedatangan seseorang. Atas dasar kemanusiaan, pelayanan
yang baik haruslah diberikan untuk menghargai sesorang, bukankah begitu?
Pelayanan
yang baik haruslah mengutamakan sisi kemanusiaan. Sisi manusia yang menjadikan
manusia benar-benar menjadi manusia. Pelajaran yang kita dapatkan dari bangku
sekolah dasar tentang kemanusiaan. Secara sangat sederhana pasti kita dapatkan
bahkan sebelum di bangku dasar sudah kita terima, sebagai contoh ketika kita
masih balita kita diajari untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia
dikatakan sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa
hidup tanpa manusia lainnya, setiap aktivitas manusia menuntut individu untuk
berinteraksi sosial, peka terhadap kondisi sosial, semuanya berujung pada sisi
kemanusiaan.
Dewasa
ini, Orang-orang cenderung memikirkan diri sendiri dan tidak peduli dengan
urusan orang lain. Lihat saja, berapa banyak orang yang bergerombol di halte,
rumah sakit, dan tempat-tempat umum akan cenderung memainkan gawainya
masing-masing. Alih-alih ngobrol, bertegur sapa saja mereka malas. Mengikisnya
nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat ini akankah terus dibiarkan?
Bergesernya
nilai-nilai moral pada diri seseorang bukan masalah yang besar bagi sebagian
orang. Memudarnya rasa kepedulian dan kepekaan sosial berdampak pada
pembentukan sikap indivitualistis dan apatis. Sementara sikap individu terus
dipupuk, rasa kemanusiaan akan semakin tergerus
Melihat
kejadian yang dialami mbah Lukita membuat saya berfikir apakah rasa kemanuasiaan sudah
benar-benar hilang.
Membiarkan nyawa melawang
tanpa rasa belas kasihan. Layakkah seorang pasien yang
diantar mobil ambulan dengan surat rujukan diminta mengambil nomor antrian?
Tepatkah bila pasien sedang sekarat diminta menunggu di parkiran tanpa mendapat
penanganan? Sudah sesuaikah tindakan yang dilakukan petugas dengan SOP yang telah ditetapkan?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat. Nomor 3 Huruf A pada Bab IV
menyebutkan “Pada keadaan darurat (emergency), seluruh fasilitas kesehatan
baik jaringan Jamkesmas atau bukan, wajib memberikan pelayanan penanganan
pertama kepada peserta Jamkesmas. Bagi fasilitas kesehatan bukan jaringan
Jamkesmas pelayanan tersebut merupakan bagian dari fungsi social fasilitas
kesehatan, selanjutnya fasilitas kesehatan tersebut dapat
merujuk ke fasilitas kesehatan jaringan fasilitas kesehatan Jamkesmas untuk penanganan
lebih lanjut.”
Pelu
digarisbawahi dalam peraturan tersebut ialah pemberian penanganan pertama pada
pasien keadaan darurat. Sementara mbah Lukita yang mendapat surat rujukan malah
dibiarkan oleh pihak rumah sakit. Dapat dikatakan pihak rumah sakit tidak
memberikan penanganan pertama untuk menstabilkan pasien sesuai prosedur
penanganan.
Meskipun
sudah berulang kali, tetapi mengapa kejadian seperti ini terus terulang? Satu
sisi kita tidak ingin menyalahkan pihak rumah sakit atas kejadian ini, bagaimanapun
mereka sudah bekerja keras menangani banyak pasien yang ada di rumah sakit.
Namun di sisi lain, kita tidak boleh membiarkan dan menelantarkan orang yang
sekarat atau sakit parah. Karena nyawa bukanlah hal yang pantas untuk dipertaruhkan.
Padahal
regulasi sudah ditetapkan undang-undang, bahwa fasilitas tidak boleh menolak
pasien apalagi menelantarkan pasien. Mengutip dari hukumonline.com, Pasal 190
UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan secara tegas menyebutkan bahwa “Pimpinan
fasilita pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara pling lama 2 (dua) tahun dengan denda paling banyak Rp
200.000.000, (dua ratus juta rupiah).”
Apakah
pihak rumah sakit tidak mengetahui tentang regulasi ini, atau mereka lupa bahwa
tugas mereka menyediakan layanan kesehatan, bukan hanya mengejar keuntungan
materi semata. Mestinya ini dijadikan pedoman agar tidak bertindak ceroboh. Pihak
rumah sakit tentunya sudah mengetahui kebutuhan pasien mana yang harus
diutamakan. Melaksanakan prosedur keja memanglah penting, sebagai bukti bahwa
petugas bekerja secara profesinal dan konsisten. Lantas apakah dengan dasar itu
mereka mengesampingkan rasa kemanusiaan. Hanya melakukan yang menjadi tugasnya
tanpa peduli keadaan orang sekitarnya.
Profesionalisme
dalam bekerja memanglah penting. Namun ketika sesuatu yang darurat terjadi seperti
kejadian yang dialami mbah Lukita, kita harus lebih mementingkan rasa
kemanusiaan daripada profesionalisme.
Jangan
sampai ada mbah Lukita-Lukita lain menjadi korban. Perbaikan pelayanan rumah
sakit harus segera ditingkatkan bila hal serupa tak ingin terulang. Pemberian
sanksi dan teguran kepada petugas yang tak taat aturan. Penetapan regulasi dan
prosedur kerja yang lebih memperhatikan sisi kemanusiaan. Peningkatan etika
pelayanan agar pasien merasa nyaman. Penyadaran setiap jajaran petugas tentang
betapa pentingnya melayani pasien atas dasar kemanusiaan. Sehingga rumah sakit
tak dipandang ladang bisnis yang berkedok layanan kesehatan
.
Komentar
Posting Komentar