Beri aku 10 pemuda niscaya
akan kuguncangkan dunia,
siapa yang tak kenal dengan kata-kata magis yang dilontarkan Soekarno
dalam pidatonya. Kata-kata yang menggerakkan para pemuda kala itu, bahwa peran
pemuda sangat luar biasa, hingga dipercaya dapat mengubah dunia. Tak ada yang
menyangkal kata-kata magis itu, perjalanan tanah air hingga sekarang
tidak dapat dilepaskan oleh peran pemuda. proklamasi kemerdekaan dapat dibilang
hasil dari desakan para pemuda saat itu.
Perjuangan menjelang
proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 yang tak lepas dari peran para pemuda,
gerakan angkatan 66 di era Orde Baru, hingga gerakan mahasiswa yang menuntut
reformasi penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang terjadi pada
tahun 1998. Terakhir gerakan GejayanMemanggil di DIY yang menolak pengesahan
Omnibus Law terkait RUU cipta lapangan kerja yang dinilai merugikan hak buruh
(katadata.co.id)
Bertolak pada kejadian kala
itu, perjuangan mahasiswa sudah terjadi sejak awal kemerdekaan atau bahkan
sebelum kemerdekaan. Jika kita mau menengok sejarah, betapa hebat kegigihan
mahasiswa saat itu dalam memperjuangkan keadilan. Pergerakan yang diawali
dengan organisasiBudi Oetomo hingga kebangkitan organisasi pergerakan kaum
pelajar, aktivis, mahasiswa yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Juli
1928.
Pemuda zaman sekarang bila
dalam tataran akademik selayaknya mahasiswa memang harus berjuang, melawan
segala bentuk ketidakadilan dan penindasan di negeri ini. Lebih dari hanya
sekedar belajar di kampus, mahasiswa harus menjadi alat kontrol sosial bagi
kebijakan-kebijakan pemerintah yang kadang menyimpang, menyalurkan aspirasi
masyarakat yang sering dirugikan.
Berjuang tidak semata
melalui aksi dan pergerakan. Bagi anak persma berjuang juga dapat melalui karya
dan tulisan. Pers mahasiswa atau sering dikenal dengan istilah persma ini
merupakan sekumpulan orang dalam satu organisasi yang bergelut di dunia pers
kampus. Tak hanya menggali isu-isu yang ada di kampus, persma juga dituntut
untuk peka melihat masalah sosial yang hangat saat ini.
Bukti perjuangan persma yang
mencolok dapat kita lihat pada era Orde Baru. Saat itu sedang ramai-ramainya
masa pembredelan dan penyempitan kebebasan pers. Ketika media pers tak berdaya,
disinilah kontribusi persma mulai terlihat. Persma mengambil alih peran pers
dengan menyuarakan aspirasi masyarakat sebagai alat kontrol sosial dan
penggerak demokrasi saat itu. Berkat kontribusinya, rakyat berhasil
menggulingkan rezim orde baru dan menyampaikan berbagai informasi untuk
mengakomodasi kepentingan masyarakat saat itu.
Sekarang zaman sudah
berubah, kebutuhaan setiap generasi pasti berbeda-beda. Kini sudah tidak ada
penindasan atau penjajahan dalam bentuk fisik. Kebebasan berpendapat pun sudah
diatur dalam undang-undang. Lantas bagaimana tugas persma sekarang? Apakah
masih menjadi alat kontrol sosial bagi kebijakan pemerintah, tetap menjadi
penyalur aspirasi masyarakat, atau hanya berfokus dalam mengembangkan
organisasi dan mengawasi isu-isu kampus saja?
Ketika persma dulu berani
menentang pemerintah, memprotes kebijakan yang dianggap tidak adil, dan
menyampaikan aspirasi yang dianggapnya benar, bagaimana dengan persma sekarang?
Ketika ketidakadilan yang mereka tentang berasal dari kampus sendiri, apakah
mereka berani menyuarakan pendapatnya, mengkritik kampus yang notabene mendanai
berbagai kegiatan organisasi persma?
Kebimbangan yang sering
dialami oleh hampir seluruh perma di kampus-kampus Indonesia. Bagaimana tidak,
menentang dinilai tak etis, mengalah dianggap tidak kritis dan demokratis
apalagi berjiwa pancasilais. Padahal idealisme persma ialah memperjuangkan
keadilan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik lagi.
Sejatinya peran pers
mahasiswa memanglah mengontrol setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kampus.
Namun pihak birokrasi kampus sering menyalahartikan hal tersebut dan selalu menuding
persma menyerang balik kampus dengan tulisan-tulisannya. Bila hal ini terus
terjadi, maka ruang gerak persma untuk bebas berpendapat dan menyuarakan
apirasinya akan semakin sempit. Dampaknya, persma tak mampu lagi mengontrol dan
mengawasi kebijakan kampus. Keadaan ini terlihat menyudutkan persma, seakan
mengintervensi persma untuk memberitakan hal yang bagus-bagus saja dari kampus
dan tidak memberitakan isu-isu yang dianggap melemahkan kampus. Lantas
dimanaletak kebebasan berpendapat yang
selama ini digaung-gaungkan?
Dilansir dari
BEMTamrinaka.com ada dua jenis persma yang ada di kampus. Persma yang dikelola oleh
pihak birokrasi kampus dan persma yang berada di bawah naungan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) atau lebih akrab dikenal dengan sebutan Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM). Sementara itu, humas kampus dapat dikatakan sebagai pegawai pers yang
melakukan kegiatan jurnalistik yang dikelola kampus. Seperti memberitakan hal-hal
yang bagus tentang kampus, memberikan citra yang baik tentang kampus ke
khalayak umum, dan tidak mencemarkan nama baik kampus. Humas kampus melakukan
hal ini atas dasar tuntutan kerja dan gaji. Sehingga mereka bersedia membuat
karya untuk kepentingan para birokrat kampus.
Berbeda dengan humas kampus,
persma merupakan sekumpulan orang yang rela tak dibayar untuk melakukan
berbagai aktivitas jurnalistik dalam upaya pengembangan potensi diri. Mengasah
bakat kepenulisan, melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar serta mengajak
orang lain untuk menciptakan sebuah perubahan. Karena pada dasarnya persma
adalah nafas tegaknya demokrasi kampus.
Persmabukan bawahan apalagi
humas kampus. Persma menjadi alat kontrol sosial yang independen dan netral
sedangkan humas merupakan promotor kampus berada dibawah struktur kepegawaian
kampus. Ketika persma terlalu tunduk kepada kampus persma tidak akan bisa
menjalankan fungsinya sebagai pengawas kebijakan kampus. Sebaliknya ketika
persma terlalu preventif dan dianggap mengancam kampus, persma bisa saja
dibekukan dan dilarang menjalankan segala aktivitas organisasinya, termasukbisa
dibubarkan.
Kasus ini sudah dialami
sendiri oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Teropong Politeknik Negeri Surabaya
(PENS). Dilansir dari tirto.id pada Oktober 2019 LPM Teropong dibubarkan oleh
pihak birokrat kampus karena mengadakan diskusi ilmiah tanpa izin dan dinilai
terlalu sering berkonflik dengan birokrat dengan memberitakan isu-isu yang
sensitif.
Tentunya kejadian ini tak
ingin terulang di kampus-kampus lain. Pihak kampus bermaksud ingin mengawasi
kegiatan persma dan menjaga namabaik kampus, sementara persma tetap kekeh
dengan idealismenya yakni memperjuangkan keadilan dan membawa perubahan.
Naasnya perubahan yang dibawa LPM teropong justruberujung petaka terhadap
organisasinya sendiri.
kawan, ini bukan Orde baru
lagi, bukan masanya untuk saling tuding dan menyalahkan demi ego dan
kepentingan masing-masing kelompok. Sudah saatnya kita berbenah dan mengalah
bila kejadian serupa tak ingin terulang. Pihak kampus juga harus bersikap
transparansi terhadap segala kebijakan yang dikeluarkan. Birokrasi juga harus
membuka diri bila menerima kritik dan saran dari persma maupun pihak lain.
Dengan begitu kampus juga akan menyadari bilamana kebijakan yang dikeluarkan
kurang tepat. Setidaknya pihak kampus juga memberikan ruang gerak yang lebih
luas kepada persma untuk menyalurkan aspirasinya. Secara tidak langsung
memberikan pembelajaran kepada mahasiswa agar menjadi pimpinan yang bijak,
bukan hanya mementingkan kepentingan sepihak.
Sebaliknya menjadi persma juga harus realistis. Bersikap
idealis boleh tetapi harus berpikir realistis terhadap situasi dan keadaan yang
ada. Persma memang dituntut untuk memperjuangkan keadilan, lantas bagaimana
jika keadilan yang diperjuangkan berujung pada ketidakadilan sendiri.
Memaksakan idealisme belum tentu diterima orang lain, mungkinsaja malah berujung
pada perpecahan dan perbedaan. Ketika segala usaha telah dikerahkan namun
keadaan tak memungkinkan, kita hanya bisa mengalah namun tetap berjuang. Tetap
menjadi persma sebagaialat kontrol sosial, mengawasi kebijakan-kebijakan dengan
tulisan, namun isu-isu yang sensitif dan kontradiktif mesti dikurangkan.
Sehingga pertikaian antara birokrasi kampus dan persma dapat dihindarkan, agar
kedua pihak saling bahu membahu dalam menciptakan keadilan.
Komentar
Posting Komentar