Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2023

Jika Indonesia ini Buku, Maka Genre-nya adalah Realisme Magis

oleh: Hasyim Asnawi*   Judul buku       : Parade Hantu di Siang Bolong Penulis              : Titah AW Cetakan            : Keempat, Desember 2022 Tebal                : 247 Halaman ISBN                : 978-623-93304-8-4 Apa yang ada di pikiran Anda ketika melihat sebuah hal-hal di luar nalar dan logika berpikir sewajarnya manusia? Apa yang ada di dalam benak Anda ketika mendapati masih ada sebagian orang yang memercayai mitos, klenik, tahayul dan barang gaib lainnya? Menganggapnya gila, aneh, kuno ataukah menganggap mereka berkhayal? Percayalah bahwa orang-orang dan cerita-cerita itu masih ada sampai sekarang. Di era di mana manusia terus menerus dituntut untuk berpikir rasional dan selalu mengagungkan metode saintifik dalam menanggapi segala suatu. Hal-hal mistis dan irasional semacam itu akan selalu hidup dan berdampingan dengan masyarakat. Mitos, kearifan lokal, dan segala kemajemukan yang terkadang irrasional semakin menunjukkan beginilah masyarakat kita. Antara

Sosiawan Leak dan 100 Puisi di Malam Purnama

  Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dibuat riuh kebanjiran kata. Jumat (10/3/2023) malam, sastrawan, budayawan hingga para pemuda pegiat sastra saling melantunkan bait-bait puisi di malam purnama. Agenda itu bernama “Persembahan 100 puisi untuk 1 abad NU”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan Kampung Budaya Piji Wetan. Acara malam itu menjadi bukti, bahwa eksplorasi budaya perlu dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Acara yang dimulai dengan rangkaian lomba seperti pidato, puisi, hingga pemilihan duta pada siang harinya, kemudian ditutup dengan perayaan pentas puisi di Panggung Ngepringan. Hadir pula di tengah-tengah acara, camat Kecamatan Dawe Famny Dwi Arfana dan sastrawan terkemuka Sosiawan Leak. Usai 10 finalis lomba puisi membacakan karya puisinya, diikuti pementasan puisi Koko Prabu bersama timnya, Koordinator KBPW Jessy Segitiga yang membacakan puisi anaknya, Eko Purnomo dengan

Gaung Toleransi Menggema di Kota Kretek

Indonesia terdiri dari beragam suku, agama, ras, etnik dan kelompok yang berbeda-beda. Perbedaan ini tak sepatutnya menjadi alasan untuk saling memecah belah. Sebab semua tergabung dalam satu bangsa, yaitu Indonesia. Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia, begitulah yang digaungkan HC Shinta Nuriyah Wahid. M.Hum dalam kegiatan buka bersama di RM. Kampoeng Sawah Undaan Lor, Kudus, Ahad (02/04/2023) sore. Dialog Kebangsaan dan Buka Bersama yang dimotori oleh Persaudaraan Umat Beragama Muria Raya (PERMATA RAYA). ”Kita itu satu Nusa, satu bangsa, satu bahasa Indonesia yang terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu,” kata Shinta, disambung mengajak seluruh peserta menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa. Istri mendiang Presiden Republik Indonesia ke-4, Abdurrahman Wakhid alias Gus Dur itu mengingatkan kepada seluruh kelompok yang hadir untuk saling menjaga persatuan dan kesatuan. Meskipun tidak saudara se-iman, tetapi semua tetap saudara da

Menengok Keseruan Anak-anak Muda Mengeksplorasi Seni Kaligrafi di Lereng Muria

Belasan anak muda terlihat duduk serius. Dengan memegang pensil khusus sambil menatap sebidang kertas di depannya, mereka tampak asyik menikmati. Mengukir garis, membuat pola, hingga mengisi detail-detail ruang pada bidang dengan kuas berwarna. Sore itu, Minggu (28/03), masing-masing muda mudi sedang semangat-semangatnya mengeksplorasi karya seni rupa. Kegiatan itu terangkum dalam satu wadah bernama Kelas Kaligrafi. Kampung Budaya Piji Wetan, menginisiasi kelas rutin ini untuk mengajak anak-anak muda di lereng muria berseni. Tahap demi tahap dilalui dengan senang hati oleh anak-anak dan remaja dengan rentang usia 12 sampai 25 tahun. Belajar mengeksplorasi kaligrafi, akan terasa menyenangkan jika dilakukan bersama-sama. Saling membantu, saling menyemangati dan tentunya saling mengapresiasi. Di sela-sela kesibukan mereka merampungkan projek karya yang akan dipamerkan nanti, kami berkesempatan untuk ngobrol dan bercengkrama dengan mereka. Dengan tutur bahasa yang santai dan terkadan

Bercengkrama Bareng Anak-Anak Muda yang Setia Melestarikan Budaya

(foto: dok. kbpw/istimewa) Kesenian menjadi bagian daripada budaya yang sudah semestinya terus dirawat. Lewat kesenian, anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua bisa berkumpul dan guyub rukun bersama. Mewariskan semangat melestarikan budaya memang perlu diajarkan sejak dini. Terutama kepada generasi muda yang masih semangat-semangatnya. Kampung Budaya Piji Wetan Kudus sedang berupaya menjawab tantangan itu. Melalui program kelas tari KBPW Art Performance, anak-anak muda diajak menyelami dan mengenal budayanya sendiri. Penggarapan kesenian tari yang diadaptasi dari sebuah folklor lokal adalah buktinya. Mereka (anak-anak muda) selain belajar gerak tari, secara tidak langsung juga akan belajar mencintai budaya lokal. Mini sendratari berbasis folklor lokal banyu ngecis ini digarab bersama masyarakat lintas umur. Mereka berkreasi, berseni, berolahraga sekaligus berbudaya. Penggarapan seni tari banyu ngecis ini akan dipentaskan secara langsung di depan masyarakat. Mereka terdiri dari